Artikel

Sholat Istisqo’ Dan Tata cara Melakukannya

        Kemarau panjang mengurangi persediaan air minum atau air untuk sawah dan perkebunan. Saat musim kemarau berkepanjangan terjadi, umat muslim sangat dianjurkan untuk berdoa dan melakukan Sholat istisqo’, yaitu sholat meminta hujan turun kepada Allah SWT. sebagai bentuk ikhtiar.

       Dalam Hasyiyah al-Bajuri lisyekh Ibrahim al-Bajuri,  kata istisqo’ (استسقاء) secara bahasa bermakna meminta air, baik kepada Allah atau kepada yang lain. Adapun istisqo’ secara syara’ adalah permintaan hamba kepada Allah agar diberi air disaat membutuhkan. Hal ini karena terputusnya hujan atau terhentinya sumber air atau yang lain, misalnya karena menjadi asinnya air yang sebelumnya tawar.

       Untuk melakukan istisqo’, Ada tiga cara, yaitu; Pertama, dengan cara berdo’a kapanpun waktunya, ini bisa dilakukan dengan sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam waktu yang telah ditentukan. Kedua, dengan cara berdo’a setelah sholat, baik sholat fardhu ataupun sholat sunah atau setelah khutbah. Ketiga, yang paling utama (afdhol), yaitu dengan cara mendirikan sholat istisqo’.

        Mendirikan sholat istisqo’ hukumnya sunah muakkad, sangat dianjurkan ketika ada hajat (meminta hujan dan semisalnya), walaupun yang membutuhkan air tersebut adalah penduduk islam didaerah lain, selagi penduduk daerah tersebut tidak fasik atau pelaku bid’ah yang sesat.

       Sholat istisqo’ bisa di dirikan berjamaah ataupun sendirian(munfarid). Bagi munfarid (orang yang sholat sendiri) maka waktu masuknya sholat istisqo’ adalah ketika ia ingin mendirikan sholat istisqo’. Dan bagi jama’ah waktu masuknya adalah ketika jama’ah tersebut sudah berkumpul banyak.

       Sebelum mendirikan sholat istisqo’ berjamaah, disunahkan bagi imam terlebih dahulu untuk memerintahkan kepada warganya (baik yang menghendaki untuk mendirikan sholat ataupun yang tidak) agar bertaubat, bersedekah, berhenti dari kedholiman, berdamai dengan musuh dan berpuasa selama tiga hari berturut-turut. Perintah imam ini wajib dilaksanakan oleh semua warga yang mampu melaksanakannya. Kemudian pada hari ke empat, masih dalam keadaan berpuasa(Dengan demikian mereka berpuasa selama empat hari),  seluruh warga, termasuk anak-anak dan orang lanjut usia diajak keluar rumah dengan memakai pakaian keseharian tanpa menggunakan wewangian dan tidak berdandan, menuju tanah lapang dengan khusyu’ dan rendah diri untuk mendirikan sholat istisqo’ dengan berjama’ah. Dan dianjurkan membawa serta hewan-hewan ternak.

       Ketika jama’ah sudah berkumpul dan sampai di tempat yang dituju, salah seorang dari mereka maju dan mengumandangkan اَلصَّلَاةُ جَامِعَةٌ dengan suara lantang. Kemudian imam maju untuk memulai dan memimpin sholat.

       Adapun tata cara melakukan sholat istisqo’ adalah sebagai berikut:

  1.             Niat bersamaan dengan takbirotul ihrom, sebagaimana berikut ini:

أُصَلِّي سُنَّةَ الْإِسْتِسْقاَءِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ ( إِمَامًا \ مَأْمُوْمًا ) لِلَّهِ تَعَالَى.

  1.              Membaca do’a iftitah.
  2.              Membaca takbir sunah sebanyak 7x (selain takbirotul ihrom dan takbir ruku’) pada roka’at pertama dan 5x pada roka’at kedua.
  3.               Membaca tasbih diantara takbir sunah, seperti:

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ.

  1.                 Membaca ta’awwudz.
  2.                 Membaca surat al-Fatihah.
  3.        Membaca surat Qof (ق) atau surat al-A’la pada roka’at pertama dan surat al-Qomar atau surat al-Ghosyiyah pada roka’at kedua.
  4.          Mendirikan sholat seperti biasanya hingga salam.

     Catatan: Sholat istisqo’ termasuk sholat jahriyyah (membaca keras surat al-Fatihah dan surat yang disunahkan setelah surat al-Fatihah) sebagaimana sholat hari raya.

         Apabila sholat istisqo’ ini didirikan secara berjama’ah, maka sesudah sholat disunahkan adanya khuthbah . Khuthbah sholat Istisqo’ ini sama dengan khuthbah sholat ‘ied  dalam rukun dan sunahnya, tidak dalam syaratnya. Caranya sebagai berikut:

  1.       Khothib menuju mimbar kemudian menghadap jama’ah.
  2.          Sebelum memulai khuthbahnya, khothib disunahkan untuk duduk terlebih dahulu kira-kira lamanya adzan.
  3.          Membaca istighfar sebanyak 9x pada khuthbah pertama, dan 7x pada khuthbah kedua. Paling sedikitnya bacaan istighfar adalah:

أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ.

      Sedangkan bacaan yang lebih sempurna adalah:

أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّوْمَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ.

  1.           Kemudian dalam khuthbah pertama ataupun khuthbah kedua disunnahkan untuk membaca istighfar, sholawat atas Nabi dan berdo’a.

       Contoh do’a pada khuthbah pertama, seperti keterangan dalam kitab Nihayah az-Zain lisyekh An-Nawawi al-Jawi al-Bantani,  adalah sebagai berikut:

اَللَّهُمَّ سُقْيَا رَحْمَةٍ وَلَا سُقْيَا عَذَابٍ وَلَا مَحْقٍ وَلَا بَلَاءٍ وَلَاهَدْمٍ وَلَا غَرَقٍ. اَللَّهُمَّ عَلَى الظِّرَابِ وَالْأَكَامِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ وَبُطُوْنِ الْأَوْدِيَةِ. اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا. اَللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيْثًا هَنِيْئًا مَرِيْئًا مَرِيْعًا سَحًّا عَامًّا طَبَقًا مُجَلَّلاً دَائِمًا إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اسْقِنَا الْغَيْثَ وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِطِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّ بِِالْعِبَادِ وَالْبِلَادِ مِنَ الْجَهْدِ وَالْجُوْعِ وَالضَّنْكِ مَا لَا نَشْكُو إِلَّا إِلَيْكَ. اَللَّهُمَّ أنْبِتْ لَنَا الزَّرْعَ وَأََدِرْ لَنَا الضَّرْعَ وَأَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاءِ وَأَنْبِتْ لَنَا مِنْ بَرَكَاتِ الْأَرْضِ وَاكْشِفْ عَنَّا مِنَ الْبَلَاءِ مَا لَايَكْشِفُهُ غَيْرُكَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَغْفِرُكَ إِنَّكَ كُنْتَ غَفَّارًا فَأَرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْنَا مِدْرَارًا.

  1.          Setelah selesai khuthbah pertama, kemudian khothib melanjutkan khuthbah kedua. Ketika mendapat sepertiga dari permulaan khuthbah kedua, khothib menghadap ke arah qiblat. Pada saat ini dianjurkan untuk lebih banyak membaca do’a, baik dengan suara yang keras atau pelan (jawa: lirih). Sedangkan bagi jama’ah agar membaca ‘amin’ ketika khothib mengeraskan do’anya dan berdo’a sendiri disaat khothib memelankan do’anya.

Dalam kitab I’anah at-Tholibin, Contoh bacaan do’a pada waktu ini adalah:

اَللَّهُمَّ أَمَرْتَنَا بِدُعَائِكَ وَوَعَدْتَنَا بِإِجَابَتِكَ وَقَدْ دَعَوْنَاكَ كَمَا أَمَرْتَنَا فَأَجِبْنَا كَمَا وَعَدْتَنَا. اَللَّهُمَّ فَامْنُنْ عَلَيْنَا بِمَغْفِرَةٍ مَا قاَرَفْنَا وَإِجَابَتِكَ فِي سُقْيَانَا وَسَعَةِ أَرْزَاقِنَا

  1.           pada saat menghadap kiblat, khothib memindah letak rida’(semacam selendang atau sorban)nya yang semula berada di sebelah kanan ke sebelah kiri dan sebaliknya(cara ini dinamakan tahwil). Dan memindah ujung rida’ yang berada di bagian bawah ke bagian atas dan sebaliknya (cara ini dinamakan tankis). Atau  dengan cara tahwil saja pada rida’ yang berbentuk segi empat, dan dengan cara tahwil tanpa tankis pada rida’ yang berbentuk bulat atau segi tiga. Sedangkan posisi rida’ dibiarkan sebagaimana keadaannya setelah dipindah sampai menghendaki melepas baju.
  2.            Setelah khothib selesai berdo’a dengan menghadap qiblat, khotib kembali melanjutkan khuthbah yang isinya menyuruh para jama’ah untuk meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kemudian mendo’akan kaum mukminin dan muslimin supaya diberi keamanan dan kebaikan.

       Kemudian apabila setelah mendirikan sholat istisqo’ ternyata belum juga turun hujan, maka disunahkan untuk mengulanginya lagi dengan semua tata cara yang telah disebutkan di atas (puasa, dll) hal ini bila kebutuhannya akan air tidak mendesak. apabila kebutuhannya mendesak, maka hanya dengan mengulangi sholatnya saja.

       Ketika turun hujan disunahkan untuk membaca do’a apa saja yang dikehendaki. Karena do’a yang dilakukan ketika turun hujan adalah salah satu do’a yang mustajab, berikut ini contoh do’anya:

أَللَّهُمَّ صَبًّا هَنِيْئًا وَسَبَابًا نَافِعًا

       dan pada saat itu disunahkan untuk membaca do’a dan berwudhu’ menggunakan air hujan. Akan tetapi terkadang hujan turun sangat deras dan tidak kunjung berhenti. Ketika demikian disunahkan membaca do’a berikut ini :

اَللَّهُمَّ حَوَا لَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا. اَللَّهُمَّ عَلَى الْأَكَامِ واَلظِّرَابِ وَبُطُوْنِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ. اَللَّهُمَّ سُقْيَا رَحْمَةٍ وَلَا سُقْيَا عَذَابٍ وَلَا مَحْقٍ وَلَا بَلَاءٍ وَلَا هَدْمٍ وَلَا غَرَقٍ.

       Kemudian apabila hujan sudah turun sebelum mendirikan sholat istisqo’, mereka berkumpul untuk bersyukur dan berdo’a kemudian tetap mendirikan sholat dan imam (khothib) berkhuthbah, karena mensyukurinya dan meminta tambahan hujan.

(kaiffa)

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Close