Tulisan Bebas
Perayaan Maulid Nabi
Ketika memasuki bulan Rabiul Awal, umat islam merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dengan berbagai cara, baik dengan cara yang sederhana maupun dengan cara yang cukup meriah, pembacaan shalawat, barzanji dan pengajian-pengajian yang mengisahkan Maulid Nabi SAW menghiasi hari-hari itu. Hal ini sudah dilesatarikan oleh ulama-ulama terdahulu dan diikuti oleh mayoritas masyarakat muslim indonesia.
Hakikat perayaan Maulid Nabi SAW Adalah bentuk pengungkapan rasa senang dan syukur atas terutusnya Nabi SAW ke dunia ini. Yang lantas diwujudkan dengan cara mengumpulkan beberapa orang untuk memperingatinya. Bagaimanapun peringatan ini adalah rasa terimakasih kepada Nabi Muhammad SAW karena kehadirannya membawa cahaya untuk manusia yang telah lama dalam kegelapan. Hal ini sejalan sebagaimana firman Allah SWT:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا
“katakanlah (Muhammad), sebab fadhal dan rahmat Allah (kepada kalian), maka bergembiralah kalian” (QS. Yunus 58)
Pengertian Maulid/Maulud
Kata “Maulid” adalah zaman dari lafadz ولد-يلد-ولادة yang memiliki arti waktu kelahiran. Sedangkan kata “Maulud” adalah isim maf’ulnya yang mempunyai arti “orang yang dilahirkan”. Mayoritas ulama sepakat bahwa bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah pada bulan Rabiul Awwal. Itulah sebabnya bulan ini menurut orang jawa disebut bulan Maulud/Maulid. Dan bulan ini dianggap bulan yang sangat bersejarah oleh mayoritas kaum muslim.
Sejarah peringatan Maulid Nabi
Secara formalitas Para Ulama ahli sejarah mencatat bahwa sekitar tahun 600 H. ada seorang raja yang luhur dan pemurah negeri Ibril bernama Mudhoffar Abu Sa’id al-Kukburi bin Zainuddin ‘Ali bin Bukhtin (54-136 H.), beliau adalah seorang raja yang shaleh bermadzhab Ahlussunah Waljamaah , dinyatakan adalah seseorang yang tercatat pertamakali merayakan Maulid Nabi pada bulan Rabiul Awal secara besar-besaran. Dengan bentuk lain pada perayaan ini beliau mengumpulkan sejumlah anggota masyarakat di negerinya dan menghadirkan para ulama dan para Ahli Hadits yang meriwayatkan sejarah hidup perjuangan Nabi Muhammad SAW.
Sesungguhnya, perayaan maulid (kelahiran) Nabi itu sudah ada dan telah lama dilakukan oleh umat islam. Embrionya sudah ditanam sendiri oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadis:
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الِاثْنَيْنِ فَقَالَ فِيهِ وُلِدْتُ وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَي
“Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari RA. Bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa senin. Maka beliau menjawab: pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan padaku” (Shahih Muslim [1977])
Dari hadits diatas bisa kita ambil keterangan betapa Rasulullah SAW memuliakan hari kelahirannya, Beliau bersyukur kepada Allah SWT pada hari tersebut atas karunia Allah yang telah menyebabkan keberadaannya (maulid), sehingga rasa syukur itu beliau ungkapkan dengan bentuk puasa.
Hukum memperingati kelahiran Nabi SAW
Dari uraian tentang Maulid Nabi diatas, tentunya membuahkan pemahaman bahwa hukum memperingati, merayakan dan mengagungkan hari kelahiran Nabi SAW adalah Jawaz (suatu yang boleh dilakukan, tidak haram dan tidak bid’ah seperti yang dituduhkan oleh kaum wahabi). Sayyid Muhammad ‘Alawi al-Maliki mengatakan dalam kitabnya Mafahim Yajib an Tushahhah bahwa sebenarnya berkumpul untuk mengadakan Maulid Nabi SAW merupakan sesuatu yang sudah lumrah terjadi, kebiasaan itu juga termasuk perkara baik yang mengandung banyak kemanfaatan dan akhirnya kembali pada diri umat islam sendiri. Sebab kebiasaan seperti itu memang dianjurkan oleh Syara’ secara parsial (bagian-bagiannya). Pendapat kebolehan ini juga diakui oleh Ibn Taimiyyah yang mengatakan perayaan Maulid Nabi SAW akan diberi pahala karena sebagai ekspresi rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi SAW. Allah SWT akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan kepada Nabi mereka, bukan dosa atas bid’ah (hasanah) atas apa yang mereka lakukan.
Al-Qur’an sendiri jelas-jelas menyuruh kita umat Islam untuk bergembira dengan adanya rahmat Allah SWT, sementara itu Nabi Muhammad SAW adalah rahmat atau anugerah Tuhan kepada manusia yang tiada taranya:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan Kami tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya’, 107)
Facebook Comments