Tulisan Bebas

KAU ADALAH ROH DAN SUKMAKU

KAU ADALAH ROH DAN SUKMAKU

“Mbak masih ingat Lindu???”

“ Ia Din, emang ada apa ?”

“wah dia sekarang kayaknya udah gila beneran deh…, setiap hari jum’at Lindu datang kerumah kosong yang pernah mbak tempatin dulu…”

“trus ngapain dia disana ?”

“yah, cuman berdiri didepan pagar, kadang juga nyebut-nyebut nama mbak… kasihan lah Dari matahari terbit sampai maghrib, linglung ada disitu, matanya terlihat kosong entah Seperti masih menyimpan rasa yang sangat besar sama mbak, eh sudah dulu ya mbak  Ini mau berangkat sekolah, salam ya dengan keluarga disitu, assalamu’alaikum…”

“Wa’alaikumsalam…”

Aku hanya tertunduk sambil menahan air mata yang rasanya sejak mendengar nama Lindu tadi ingin menetes, tubuhku pun serasa mati, jiwaku terhunus pedang masalalu , namun sebisaku untuk tetap berdiri sewajarnya agar tak membuat suami dan anak ku panik dan bertanya-tanya.

“ dari siapa Tih..? “

“ Dina mas… “

“ oh… Keponakanmu itu ya? Gimana kabarnya ? “

“ iya mas, Hamdallah baik, mas juga dapat salam dari dia “

“ ‘Alaiki wa’alaihassalam “

***

Hari itu langit memang terlihat cerah, burung-burung  ria menyenandung, angin dan pepohonan bahagia saling menyapa dan bercumbu dengan bunga-bunga kecil yang dihinggapi kupu-kupu.

Aku dan Lindu pun tak mau ketinggalan , dibawah naungan cinta kami bersama duduk dibangku taman kota, meski tak habis hujan tapi kami mampu menciptakan pelangi senja, dibentangan kasih yang menjelma mega-mega.  Namun tiba-tiba langit cerah pudar menjadi mendung gelap, burung-burung yang tadi ria bersenandung kini terlihat seperti binatang buas bermata merah yang siap menikam dan mencabik-cabikku, angin pun berhembus amis murka menumbangkan pepohonan yang lalu roboh disemak bunga-bunga tak berdosa. Seorang lelaki tua berbadan besar dan tegap menyeret lenganku dengan paksa, ia menampar Lindu dan menendangnya hingga Lindu tersungkur ditanah, terlihat Lindu memegang dada dan mengusap darah dibibirnya ,sungguh inginku berlari memeluknya tapi tangan lelaki itu lebih kuat menyeretku, Lelaki itu adalah ayahku.

setiba dirumah segera kuberlari kekamar dan mengunci pintu, yah walau air mata tak akan pernah mengubah keadaan, aku tetaplah wanita yang sering mencucurkan air mata saat terluka. Aku lemah…

“ sudah ! jangan dekat-dekat dia lagi, dia itu pemabuk! bapak gak setuju kalau Kamu ada hubungan sama pemuda sampah itu! “

Suara ayah itu terdengar melengking dibalik pintu dan tajam menembus dadaku

“ tapi itu dulu pak… “ rintihku

Satu minggu setelah kejadian itu, ayahku mengajak pindah kota, sungguh dalam deru nafasku selalu berhembus doa agar kelak aku dan Lindu mampu bersama kembali menuai cinta, namun ditanah seberang ini aku dijodohkan, yah meski pilu -disisi lain aku juga ingin membahagiakan ayahku karena aku adalah anak tunggal dan ibuku sudah tiada sejak aku berusia 5 tahun- Biarlah aku tak perduli apa kata orang tentang aku, setidaknya cintaku pada sang suami tumbuh dijalan namun sampai aku dikaruniai dua anak, cintaku pada Lindu pun tak pernah surut.

Ma’afkan aku suamiku…

***

 Matahari sudah mulai menenggelamkan tubuhnya diufuk barat, senja sungguh menyelimuti kalbu, ombak takdir terus menghempaskan rindu didadaku , apalagi setelah kuterima pesan singkat dari Dina, katanya ia menemukan larik huruf-huruf yang ia yakini itu adalah tinta dari Lindu

Aku berangkat kekotamu pagi ini

            Dengan kereta paling awal,

ditemani dingin embun pagi dihari jum’at

            Kata Kyai-Kyai hari jum’at adalah hari yang baik, betulkan?

            Mungkin kau tak mengira

setelah bertahun-tahun sejak darahku bercecer ditaman itu,

Dan kita tak pernah pernah menyenandungkan cinta lagi

            Aku selalu melakukan perbuatan tolol ini ;

            Mencarimu ditempat yang tak kau tinggali lagi

            Aku tetap Lindu…”

hari-hariku semakin kalut dalam ketidak seimbangan, aku ibarat burung dalam genggaman cinta yang begitu erat dari Lindu dan juga dari genggaman suamiku, sungguh aku tak bisa menghirup kesederhanaan sang udara.

***

meski kota menjadi sekat dan waktu yang terus berlalu, rinduku pun kian menderu

Seiring waktu bergulir tak terasa hampir satu tahun tak ada kabar lagi tentang Lindu , Dina satu-satunya orang yang mengetahui dilemaku pun tak mengerti  perihal Lindu, katanya Dina sekarang tak pernah menjumpai Lindu didepan rumah kosong yang pernah kutempati dulu, mungkinkah Lindu sudah mengubur rasa yang juga kupendam didada? Entah mengapa hidupku sekarang menjadi serumit ini, harus bergulat dengan diri sendiri.

Ternyata meski kota menjadi sekat dan waktu yang terus berlalu, rinduku pun kian menderu. Hampir setiap hari aku meminta tolong pada Dina untuk mencari tau tentang mas Lindu  namun Dina tak pernah bisa karena ia sedang dalam masa Ujian sekolah, baru kemarin ia sempat bertandang kerumah Lindu. ternyata apa yang aku cemaskan benar-benar terjadi, Lindu sudah sekitar 7 minggu yang lalu meninggalkan dunia fana ini.

Saat dirumah Lindu Dina sempat mendapatkan pertanyaan yang seharusnya pertanyaan itu untukku

“apa kamu Ratih ?”

“bukan Bu, saya keponakannya”

“tolong berikan ini pada Ratih ya nduk… ini ibu juga gak tau apa, kata Lindu ini untuk Ratih”

Baru saja aku mampir ke rumahmu

dihantar rindu

disana, sepi mendung beradu

aku cemas tak berani mengetuk pintu

 jendela tabahmu masih terbuka

menganga

dan aku tak berani melengoknya

sampai hujan benar-benar tiba

aku yakin kau yakin ini pasti reda

 Dan sampai saat ini

Kau adalah Roh dan Sukmaku

Aku tetap Lindu…..

Admin_Kwagean

 

 

 

 

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Lihat Juga

Close
Close