Artikel
Ghasab Tidak Mesti Berupa Barang
Pesantren Fathul Ulum Kwagean memiliki budaya yang berbeda dengan pesantren-pesantren kebanyakan, Yaitu hampir tidak adanya ghasab-mengghasab sandal, terutama komplek santri kilatan. Hal inilah yang menjadi salah satu keunikan serta ciri khas yang dimiliki pondok Kwagean secara umum yang membedakan dengan Pondok Pesantren lain di seluruh Indonesia.
Ghasab yang marak terjadi di pelbagai pesantren di indonesia biasanya adalah ghasab sandal. Munculnya budaya ghasab sandal di pelbagai Pesantren ini, mungkin berkaitan erat dengan pemikiran korban ghasab yang tidak terima karena sandalnya telah dighasab saat hendak memakai sandal tersebut, akhirnya korban tersebut pun melampiaskannya dengan ghasab sandal temannya. bahkan ketika sandal temannya sudah tidak ada, milik pengurus pondok pun dighasab. Mungkin dalam benaknya mengira “jangankan hanya sandal yang harganya tidak seberapa, ilmunya yang tak ternilai saja dikasih secara cuma-cuma kok”.
Namun, Melihat pengertian Ghasab dalam fiqh, Ghasab adalah memfungsikan,mengambil atau menguasai harta (hak) orang lain dengan tanpa izin dan dilakukan secara lalim. Artinya ghasab bisa berupa harta atau barang selain sandal, seperti baju, pena, kendaraan dll.
Bahkan dalam kitab Kifayatu Al-Akhyar Fi Halli Ghoyati Al-Ikhtishor diterangkan: menurut Imam an-Nawawi, ghasab adalah menguasai hak orang lain dengan cara kelaliman, artinya pendapat imam an-Nawawi ini memuat hal-hal lain yang bersifat selain maliyah (harta) saja. Ghasab bisa berupa menguasai hak orang lain yang berupa kemanfaatan, seperti menyuruh berdiri orang yang tengah duduk di masjid atau pasar, duduk diatas tikar orang lain sekalipun tidak digeser ke tempat lain.
Dan Kasus ghasab yang jarang disadari namun sering dijumpai saat ini adalah seperti; menggunakan jalan sebagai acara pribadi, shalat ditengah jalan yang mengganggu/menguasai hak orang lain, duduk di tikar/kursi orang lain, menaiki dan duduk-duduk di atas motor atau kendaraan orang lain yang sedang diparkir dengan tanpa seizin pemiliknya.
Hal-hal tersebut diatas bisa disebut ghasab sebab tolak-ukur menguasai hak orang lain adalah dengan memandang keadaan barangnya, bukan memandang niat atau kesengajaan. Artinya ketika ada orang duduk diatas motor/kendaraan orang lain yang sedang di parkirkan dengan tanpa izin pemiliknya, meskipun ia tidak bertujuan ghasab, maka ia tetap dikatakan orang yang ghasab, sebab tujuan dari Ghasab sudah terpenuhi, yaitu dengan menguasai kemanfaatan barang yang dighasab.
Ditengah-tengah kaum muslimin, terutama ditengah-tengah masyarakat awam, banyak dari mereka yang tidak pas dalam memahami pengertian ghosob tersebut. Karena yang tersebar dalam pemahaman masyarakat bahwa ghasab adalah istilah bagi tindakan menggunakan barang milik orang lain dengan tanpa izin saja. padahal pemahaman ini kurang pas, Karena istilah ghosob adalah tidak terbatas pada barang yang dipakai saja (terutama memakai sandal orang lain tanpa izin), namun juga memakai atau menguasai hak yang berupa sebuah kemanfaatan.
Maka wajib bagi seseorang yang mengghasab barang dan kemanfaatannya orang lain untuk mengembalikan pada pemiliknya, meskipun dalam pengembalian tersebut ia harus menanggung berlipat-lipat dari harga barang tersebut. Dan ia juga wajib mengganti rugi kekurangan atau merusak kemanfaatan barang tersebut jika memang terjadi kerusakan, seperti orang yang mengghasab pakaian kemudian pakaian tersebut menjadi rusak. Hal ini diterangkan dalam kitab Fathul Qorib Al-Mujib liibn Qosim Al-Ghozy.
Wallahu a’lam
REFRENSI:
Kifayatu Al-Akhyar Fi Halli Ghoyati Al-Ikhtishor juz I
Sulamu at-Taufiq,
Hasyah qulyubiy, juz 3,
Mughniy al-Muhtaj juz 3
Fathul Qorib Al-Mujib liibn Qosim Al-Ghozy.
oleh:
Ketua perpustakaan fathul afkar kwagean
Facebook Comments