Kwagean Kita
WUDLU DAN SHALAT SEMPURNA
…………………………………………………………………………………………….Kwagean Wudlu dan Sholat Sempurna
Majelis Musyawarah Fathul Falah bersama Jam’iyah Tarbiyatul Mubtadi’ien yang berada di bawah naungan Pondok Putra Pesantren Fathul Ulum Kwagean, pada malam Jum’at kemarintanggal 14 Muharram 1438 H menyelenggarakan kegiatan ubudiyah gabungan yang membahas materi tentang Salat sempurna, dengan tutor Kyai Chafidz Ghazaly dari Pon-Pes Ringin Agung. Acara ini sebenarnya bukanlah kali pertama di Pon-Pes Kwagen, akan tetapi ubudiyah gabungan tersebut setiap tahun telah diadakan, dengan pertimbangan sholat adalah salah satu kewajiban bagi umat Islam.Oleh karena itu, kita diperintah oleh Nabi SAW untuk menutut ilmu agama dari sejak lahir hingga nafas terahir, salah satu ilmu itu adalah ilmu agama yang meliputi tata cara ubudiyah seperti halnya Salat yang sempurna.
Malam itu terlihat antusias para santri dengan diselingi canda tawa mereka. Memang dari Kyai Chafidz sendiri,beberapa kali beliau memberikan centilan dan lelucon dalam penyampaian materinya. Dengan tujuan para santri yang hadir agar tidak bosan dan mudah mencerna materi yang disampaikan.
Kurang lebih acara ubudiyah gabungan tersebut berlangsung selama dua setengah jam, yang dimulai pkl 10.30 hingga 12.00 WIS. Berlangsung dari pembukaan hingga penutupan. Acara tersebut bertempat di lantai masjid Al-Arif lantai bawah dengan Dekorasi menghadap keselatan.
Dan untuk materi yang digunakan adalah sebagai berikut:
WUDHU’
PENGERTIAN WUDHU’
Wudhu’ adalah menggunakan air pada anggota badan tertentu yang dimulai dengan niat.
- SYARAT SAH WUDHU’
Syarat sahnya wudhu’ ada lima, yaitu:
- Menggunakan air mutlak (thohir muthohhir).
- Mengalirnya air pada anggota yang dibasuh, Membenamkannya ke dalam air di anggap cukup sebab hal tersebut menurut syara’ dinamakan membasuh.
- Pada anggota wudhu’ tidak terdapat sesuatu yang dapat merubah sifat air dengan perubahan yang dapat menghilangkan kemutlakan air.
- Tidak ada perkara yang menghalangi sampainya air pada kulit. Misalnya: cat, tinta, minyak yang sudah mengeras kecuali minyak yang cair dan bekas tinta (goresan tinta) yang tinggal atsar (berupa warna) dan sudah tidak ada ‘ain (materi, tintanya). Tandanya bila digosok sudah tidak ada tinta yang terkelupas[1].
- Sudah masuk waktu sholat, walaupun hanya berdasarkan dugaan (dzon) yang berawal dari ijtihad. hal ini bagi orang yang hadats-nya terus menerus (da’imul hadats), misalnya orang yang beser dan wanita mustahadhoh,
Catatan:[2]
- Bagi dai’mul hadats (seperti orang yang beser dan wanita yang istahadhoh) wajib berwudhu’ setiap akan melakukan ibadah fardhu, sebagaimana bertayammum, dan baginya wajib membasuh farji dari najis, kemudian menyumbatnya dengan semisal kapas, kecuali jika menimbulkan sakit atau ia sedang berpuasa, kemudian mengikat, menutupnya dengan kain jika belum cukup dengan kapas karena banyaknya darah yang keluar, kemudian baru berwudhu’ atau bertayammum dan cepat-cepat mendirikan sholat. Hal ini dilakukan setiap akan melakukan fardhu walaupun kain yang diikatkan tidak bergeser dari tempatnya.
- Setelah berwudhu’, bila ia menunda sholat karena kemaslahatan sholat, misalnya untuk berjalan ke masjid dan menunggu jama’ah (meskipun melebihi awal waktu) maka tidak masalah.
- FARDHU (RUKUN) WUDHU’
Fardhu wudhu’ ada enam, yaitu:
- Niat
Niat wudhu’ wajib bersamaan dengan awal membasuh bagian dari wajah. Jikalau niat ini diletakkan di tengah pembasuhan wajah juga boleh, namun wajib mengulangi basuhan anggota yang sudah terbasuh sebelum niat tersebut.
Cara berniat dalam wudhu’ ada tiga :[3]
- Niat berwudu’ ( نَوَيْتُ الوُضُوْءَ)
- Atau berniat menghilangkan hukum hadats ( نَوَيْتُ رَفْعَ الْحَدَثِ )
- Atau berniat agar diperbolehkan melakukan sholat :
) نَوَيْتُ اسْتِبَاحَةَ الصَّلاَةِ (
Adapun menambahkan kalimat للهِ تَعَالى itu hukumnya sunnah.
Beberapa shighot niat wudhu’ antara lain: [4]
- Bagi Orang yang selamat (salim) dari beser dan sesamanya.
2) نَوَيْتُ الطَّهَارَةَ عَنِ الْحَدَثِ للهِ تَعَالى | 1) نَوَيْتُ رَفعَ الْحَدَثِ للهِ تَعَالى |
4) نَوَيْتُ الطَّهَارَةَ للصلاة لله تعالى | 3) نَوَيْتُ الطَّهَارَةَ لِلْحَدَثِ لله تعالى |
6) نَوَيْتُ أَدآءَ الطَّهَارَةِ للهِ تَعَالى | 5) نَوَيْتُ فَرْضَ الطَّهَارَةِ للهِ تَعَالى |
8) نَوَيْتُ اسْتِبَاحَةَ مُفْتَقِرٍ إِلى وُضُوْءِ للهِ تَعَالى | 7) نَوَيْتُ أَدآءَ فَرضَ الطَّهَارَةِ لله تَعَالى |
10) نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ للهِ تَعَالى | 9) نَوَيْتُ اسْتِبَاحَةَ الصَّلاَةِ للهِ تَعَالى (أو نحوها) |
12) نَوَيْتُ أَدآءَ الْوُضُوْءَ للهِ تَعالى | 11) نَوَيْتُ فَرْضَ الْوُضُوْءِ للهِ تَعَالى |
14) نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ الْمَفْرُوْضَ للهِ تَعَالى | 13) نَوَيْتُ أَدآءَ فَرْضِ الوُضُوْءِ للهِ تَعَالى |
16) نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ الوَاجِبِ للهِ تَعَالى | 15) نَوَيْتُ أدآءَ الوُضُوْءِ الْمَفْرُوْضِ للهِ تَعَالى |
- Bagi da’imul hadats tidak boleh dan tidak sah berniat menghilangkan hadats atau bersuci dari hadats, karena wudhu orang seperti ini sifatnya adalah مُبِيح (sebatas memperbolehkan melakukan ibadah yang memperlukan thoharoh) tidak رافع (menghilangkan hadats).
- Bagi Mujaddid al-wudlu menurut al-Romli tidak boleh berniat menghilangkan hadats, bersuci dari hadats, istibahah sholat (agar diperbolehkan melakukan sholat). sedangkan Al-Isnawi mengganggap cukup dan Sah dengan menggunakan niat-niat tersebut.
Catatan:
- Jika orang yang berwudlu’ dalam berniat, ia berniat wudlu’ (نَويتُ الوُضوء) maka harus menghadirkan di hati hakikat wudlu’ yang terdiri dari semua rukunnya serta harus menyengajanya. Lain halnya jika ia berniat menghilangkan hadats (نَوَيْتُ رَفعَ الحدث) maka wudlu’nya dianggap sah meskipun tidak menghadirkan hakikat wudlu’ di hati.
- Membasuh wajah
Panjang bujur wajah adalah permukaan wajah antara tempat tumbuhnya rambut kepala yang wajar dan bagian bawah akhir kedua rahang, sedangkan lebar lintangnya adalah permukaan wajah antara dua anak telinga. Bila dipermukaan wajah terdapat rambut (baik tipis maupun tebal) maka rambut tersebut wajib terkena basuhan beserta kulit yang berada dibawahnya. Sedangkan yang wajib dibasuh pada bagian jenggot dan cambang (jawa: godek) orang laki-laki yang lebat hanyalah zhohir (luar)-nya saja.
Namun perlu diingat, bahwa dalam membasuh wajah juga wajib membasuh sedikit dari bagian kepala, leher, bagian bawah dagu, dan sebagian dari dua telinga karena tanpa ini pembasuhan tidak dapat sempurna.
3. Membasuh kedua tangan beserta kedua siku (serta apa-apa yang ada pada bagian tangan yang wajib dibasuh, misalnya rambut dan kuku meskipun panjang).
- Mengusap sebagian kepala, baik berupa kulit maupun rambut, dengan syarat rambut yang masih berada dibagian kepala meskipun hanya sebagian dari sehelai rambut.
- Membasuh kedua kaki beserta mata kaki atau mengusap muzah dengan syarat-syarat pembasuhannya. Dan wajib juga membasuh bagian anggota wudhu’ yang berlubang atau sobek.
- Tertib, sebagaimana nomor urut tersebut di atas, yaitu mendahulukan basuhan muka bersamaan dengan niat, membasuh kedua tangan, mengusap sebagian kepala, kemudian membasuh kedua kaki.
Catatan:
- Jika orang yang sedang berwudhu’ ragu atas basuhan salah satu anggota wudhu’ sebelum selesai wudhu’, maka harus membasuh anggota yang diragukan dan membasuh anggota wudhu’ setelahnya. Tetapi bila keraguan itu terjadi setelah selesai wudhu’, maka tidak berpengaruh apa-apa.
SUNNAH-SUNNAH WUDHU’
Sunnah-sunnah wudhu’ banyak sekali, diantaranya:
- Membaca ta’awwudz, basmalah, dua syahadat dan do’a sebelum wudlu’, yaitu:
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ. الْحَمْدُ للهِ عَلَى اْلإِسْلاَمِ وَنِعْمَتِهِ الَّذِي جَعَلَ الْمَاءَ طَهُوْرًا وَاْلإِسْلاَمَ نُوْرًا . رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطينِ وَأَعُوْذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُوْنِ
Apabila lupa membaca basmalah di permulaan wudhu’ maka basmalah dibaca di tengah-tengah wudhu’ dengan bacaan:
بِسْمِ اللهِ أَوَّلَهُ وَأَخِرَهُ .
dan bila teringat belum membaca basmalah setelah selesai wudhu’, maka tidak disunahkan membacanya. Yang dimaksud dengan permulaan wudlu’ di sini adalah awal pembasuhan dua telapak tangan sebelum wudlu’.
- Membasuh kedua telapak tangan bersamaan dengan membaca basmalah tersebut seraya hatinya berniat melakukan sunnah-sunnah wudlu’.
3. Bersiwak boleh dilakukan sebelum dan sesudah membasuh telapak tangan (ada khilaf). Dan bagi orang yang berpuasa hukumnya makruh bersiwak setelah matahari bergeser ke barat (masuk waktu Zhuhur).
4. Berkumur.
Untuk mendapatkan kesunnahan berkumur cukup dengan memasukkan air pada mulut, baik air itu dikeluarkan atau ditelan, tapi yang lebih utama adalah dikumur-kumurkan dan dikeluarkan.
- Menghirup air ke hidung.
Hal ini dilakukan setidak-tidaknya dengan memasukkan air ke hidung, baik dihirup dengan nafas kemudian menyemprotkannya atau tidak, tetapi yang lebih utama adalah dihirup dengan nafas kemudian menyemprotkannya.
- Berkumur dan menghirup air ke hidung secara bersamaan, dan yang lebih afdhol adalah dengan menggunakan tiga cakupan air, yang setiap cakupan air sebagian digunakan berkumur kemudian sebagiannya lagi digunakan menghirup air ke hidung[5]., dan dikeluarkan lagi.
- Mengusapkan air ke seluruh kepala.
Cara yang paling afdhol adalah dengan meletakkan kedua tangan pada bagian depan kepala dengan posisi jari telunjuk saling bertemu dan kedua ibu jari diletakkan pada pelipis, kemudian menggerakkannya ke belakang sampai tengkuk, kemudian dikembalikan ke depan jika rambutnya membalik[6].
- Mengusap kedua telinga.
Caranya: ujung dua jari telunjuk dimasukkan ke lubang telinga, dan diputar-putar pada lekuk-lekuk telinga. Kemudian ibu jari digerakkan di daun telinga bagian luar. Kemudian diiringi dengan menempelkan kedua telapak tangan ke bagian dalam daun telinga 3x dengan dibasahi air.[7]
- Menyela-nyelai jenggot yang lebat dengan menggunakan jari tangan kanan dimulai dari pangkal.
- Menyela-nyelai sela-sela jari-jari kedua tangan dengan cara berpanca (jawa: ngapurancang), dan menyela-nyelai sela-sela jari-jari kedua kaki. Cara yang paling afdhol adalah dari bawah dengan menggunakan jari kelingking tangan kiri, dimulai dari jari kelingking kaki kanan dan diakhiri pada kelingking kaki kiri.
- Memanjangkan (memperluas) basuhan wajah yaitu dengan cara membasuh wajah serta bagian kepala yang termasuk wajah.
- Memanjangkan basuhan kedua tangan dan kaki yaitu dengan cara membasuh melebihi siku dan kedua mata kaki.
- Mengulangi tiga kali (tatslits) pada setiap ucapan dan perbuatan wudhu’. Pengulangan tiga kali ini bisa dilakukan dengan memasukkan tangan ke dalam air, kemudian menggerakkannya tiga kali walaupun airnya sedikit (kurang dua qullah)[8]. Dan pengulangan tiga kali ini dilakukan setelah menyempurnakan basuhan wajib, dan tidak boleh setelah selesai wudhu’.
- Mendahulukan anggota kanan (tayamun) ketika membasuh dua tangan dan kaki.
- Sambung-menyambung/berturut-turut (muwalah), yaitu sekira anggota yang dibasuh sebelumnya belum kering (beserta pembawaan tubuh yang normal dan cuaca angin yang sedang). kesunnahan muwalah ini adalah bagi orang yang selamat dari hadats yang terus menerus. Adapun bagi orang yang hadatsnya terus menerus (shohibu-dh dhoruroh) muwalah hukumnya wajib.
- Meneliti basuhan tumit dan ujung mata, yaitu ujung mata yang dekat dengan hidung dan ujung mata yang sebelahnya lagi dengan menggunakan kedua telunjuk.
- Menghadap qiblat.
- Tidak bicara kecuali bila ada hajat dan dzikir wudlu’.
- Tidak menyeka (menghilangkan) air yang ada pada anggota wudhu’ kecuali ada udzur.
- Membaca dua kalimat syahadat, membaca sholawat beserta salam dan do’a setelah berwudhu’, caranya:
- Menghadap qiblat, kedua tangan diangkat dan melihat ke langit (arah atas) seraya membaca:
أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنِي مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ. سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ .
- Membaca surat al-Qodr (إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ) 3x dengan menghadap qiblat dengan tanpa mengangkat tangan.
- Kemudian membaca do’a:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْلِيْ ذنْبِيْ وَوَسِّعْ لِيْ فِيْ دَارِيْ وَبَارِكْ لِيْ فِيْ رِزْقِيْ وَلاَ تَفْتِنِّيْ بِمَا زَوَيْتَ عَنِّيْ
- Meminum air sisa wudhu’ karena menurut hadits Rosulullah SAW, air ini bisa menjadi obat untuk segala penyakit.
- Memercikkan air pada pakaian, bila mutawadh-dhi’ (orang yang berwudhu’) menyangka adanya sesuatu yang dianggap kotor/jijik mengena pakaiannya.
- Melakukan sholat dua rokaat setelah berwudhu’ dalam waktu yang menurut umum belum dikatakan berselang lama. Ini menurut pendapat al-Aujah. Dan ada sebagian ‘ulama yang berpendapat, sunnah melakukan sholat dua roka’at selama belum sengaja berpaling meninggalkannya. Ada lagi yang mengatakan selama anggota wudhu’ belum kering. Dan ada juga yang mengatakan selama belum hadats.
HAL-HAL YANG MAKRUH DALAM WUDLU’
Adapun hal-hal yang makruh dalam Wudlu’ diantaranya:
- Mendahulukan anggota yang kiri (تَيَاسُر ).
- Meninggalkan berkumur dan Istinsyaq.
- Lebih dari 3x dalam mengulangi basuhan.
- Kurang dari 3x dalam mengulangi basuhan.
- Berlebih-lebihan dalam menggunakan air Wudlu’, hal ini jika air yang digunakan itu milik sendiri atau milik orang lain yang diketahui ridlonya, untuk itu jikalau airnya adalah air waqofan atau milik orang yang tidak ridlo jika ia gunakan maka hukum berlebih-lebihan adalah haram.
- Mengeringkan bekas air wudlu’ dari anggota tubuh dengan handuk atau yang lain.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU’
Wudhu’ menjadi batal disebabkan empat hal sebagai berikut:
- Adanya sesuatu yang keluar dari qubul atau dubur, selain sperma sendiri.
- Hilang kesadaran disebabkan mabuk, gila, ayan atau tidur yang tidak merapatkan pantatnya pada tempat duduk. Bila duduknya dengan merapatkan pantatnya pada tempat duduk, maka wudhu’nya tidak batal meskipun duduknya sambil bersandar pada sesuatu yang seandainya sandaran itu tidak ada, niscaya ia akan jatuh.
Sedangkan mengantuk dan permulaan rasa mabuk (pening/mual) tidak membatalkan wudhu’. Adapun tanda kantuk adalah masih mendengar pembicaraan orang di sekelilingnya namun ia tidak faham.
- Menyentuh qubul atau dubur meskipun sudah terputus (selain potongan khitan) dengan menggunakan telapak tangan, walaupun kemaluan orang mati dan anak kecil.
Bagian dubur yang membatalkan wudhu’ adalah bibir lubang dubur, sedangkan untuk farji (vagina) adalah tempat bertemunya kedua ‘bibir’nya, bukan bagian belakang ‘bibir’. Untuk kemaluan depan laki-laki yang membatalkan adalah bagian batang penis.
- Persentuhan kulit laki-laki dan perempuan yang keduanya sama-sama sudah besar[9] dan tidak ada hubungan mahrom, meskipun tidak disertai syahwat dan meskipun salah satu dari keduanya terpaksa atau orang mati, dan persentuhan antara keduanya tanpa ada penghalang (ha`il). Namun wudlu’nya orang yang mati tidak batal.
PRAKTEK WUDHU’ SEMPURNA
1. Menghadap Qiblat bila memungkinkan.
2. Berta’awwudz, memulai membasuh kedua telapak tangan dibarengi dengan basmalah, dua syahadat dan do’a sebelum wudhu’. Seraya hatinya berniat melakukan sunnah-sunnah wudlu sehingga saat itu ia beramal dengan lisan, hati dan sebagian anggota tubuh secara bersamaan.
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ. َالْحَمْدُ للهِ عَلَى اْلإِسْلاَمِ وَنِعْمَتِهِ الْحَمْدُ للهِ الَّذِي جَعَلَ الْمَاءَ طَهُوْرًا وَاْلإِسْلاَمَ نُوْرًا . رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَيَاطِينِ وَأَعُوْذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُوْنِ.
- Bersiwak (menggosok gigi).
- Berkumur dan menghirup air ke hidung secara bersamaan, dan yang afdhol adalah dengan menggunakan tiga cakupan air, yang setiap cakupan air sebagian digunakan berkumur kemudian sebagiannya lagi digunakan menghirup air ke hidung, dan dikeluarkan lagi.
- Niat bersamaan dengan awal membasuh bagian dari wajah, antara lain sebagai berikut:
نَوَيْتُ رَفْعَ الْحَدَثِ لله تَعَالى
- Membasuh wajah 3x, dan memperluas basuhannya sehingga sampai pada bagian-bagian tepi wajah yang menjadi ketergantungan sahnya membasuh wajah. Caranya dimulai dari bagian atas (menyertakan kepala bagian depan) sampai leher bagian atas disertai bagian pinggir mata, dan menyela-nyelai jenggot yang lebat.
- Membasuh kedua tangan 3x mulai dari ujung jari dengan mendahulukan yang kanan. Dan memanjangkan basuhannya melebihi kedua siku. Serta menyela-nyelai sela-sela jari-jari kedua tangan, dengan cara berpanca (jawa: ngapurancang).
- Mengusap seluruh kepala, dengan cara meletakkan kedua tangan dibagian depan kepala dengan posisi jari telunjuk saling bertemu, dan kedua ibu jari diletakkan pada pelipis, kemudian menggerakkan ke belakang sampai tengkuk. Dan praktek seperti ini dihitung satu usapan, jika rambutnya tidak ikut berbalik seperti rambut yang amat pendek.
- Mengusap kedua telinga 3x. Caranya: ujung dua jari telunjuk dimasukkan ke lubang telinga, dan diputar-putar pada lekuk-lekuk telinga. Kemudian ibu jari digerakkan di daun telinga bagian luar. Kemudian diiringi dengan menempelkan kedua telapak tangan ke bagian dalam daun telinga 3x dengan dibasahi air.
- Membasuh kedua kaki 3x, dengan mendahulukan yang kanan. Dan memanjangkan basuhan melebihi mata kaki. Serta menyela-nyelai diantara jari-jari kedua kaki. Cara yang Afdhol adalah dimulai dari bawah, dengan menggunakan jari kelingking tangan kiri, dimulai dari jari kelingking kaki kanan dan diakhiri pada kelingking kaki kiri.
- Membaca dua kalimat syahadat, sholawat, salam dan do’a setelah berwudhu’ seperti cara di atas. Wallahu a’lam bi ash-showab.
SHOLAT SEMPURNA
Sholat menurut bahasa (Etimologi) adalah Do’a. Sedangkan sholat menurut istilah (Terminologi) adalah beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.[10]
Dalam pelaksanaanya, sholat mempunyai beberapa syarat dan rukun.
- SYARAT SAH SHOLAT
Syarat-syarat sah sholat ada delapan:
- Suci dari hadats kecil dan besar.
- Suci badan, pakaian dan tempat pelaksanaan sholat dari najis.
- Menutup aurot.
- Menghadap ke Qiblat (Ka’bah).
- Mengetahui masuknya waktu sholat.
- Mengetahui bahwa sholat lima waktu itu hukumnya wajib.
- Tidak meyakini salah satu dari fardlu-fardlunya sholat sebagai sunnah.
- Meninggalkan perkara yang dapat membatalkan sholat.[11]
1. Suci dari hadats kecil dan besar.
Syarat sah sholat yang pertama adalah suci dari hadats besar dan kecil. Hadats adalah salah satu perkara yang mencegah keabsahan sholat. Hadats ada dua macam, yaitu hadats kecil, hadats besar. Hadats kecil adalah perkara yang mewajibkan wudlu’, sedangkan hadats besar adalah perkara yang mewajibkan mandi.[12]
Untuk bisa suci dari hadats kecil, maka yang harus dilakukan adalah berwudlu’.
Untuk bisa suci dari hadats besar, maka yang harus dilakukan adalah Mandi.
- Suci badan, pakaian dan tempat pelaksanaan sholat dari najis
Syarat sah sholat berikutnya adalah suci dari najis yang tidak diampuni. Kesucian tersebut mencakup pakaian yang ia pakai ketika sholat berupa apapun, badan (termasuk bagian dalam hidung, mulut dan mata) serta tempat sholat yang bertemu dengan badan atau pakaian musholli yang ia bawa (محمـول له) meskipun tidak ikut bergerak karena gerakan musholli.[13]
- Menutup Aurot
Syarat sah sholat berikutnya adalah menutup aurot dengan menggunakan sesuatu yang suci yang dapat mencegah terlihatnya warna kulit. Adapun batasan aurot dalam sholat:
- Aurot laki-laki dan hamba sahaya perempuan adalah anggota tubuh di antara pusar dan lutut.
- Aurot perempuan merdeka adalah seluruh badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan, baik bagian dalam atau luar sampai pada dua pergelangan tangan.[14]
Dalam hal ini yang diwajibkan adalah menutupi bagian yang terlihat dari atas dan samping. Maka ketika melakukan ruku’ dan sujud apabila sekiranya aurot terlihat dari kerah baju dan semacamnya karena ukurannya terlalu besar, meskipun tidak terlihat beneran maka sholatnya batal.
Aurot yang terlihat dari bawah tidaklah membatalkan sholat. Sehingga apabila ada orang sholat di tempat yang tinggi dan orang dibawahnya bisa melihat aurot dari ujung sarungnya maka tidak membatalkan sholat.[15]
- Menghadap Qiblat (Ka’bah)
Yang dimaksud menghadap kiblat disini adalah menghadap pada ‘ain ka’bah secara yakin/pasti bagi orang yang berada di dekat ka’bah, dan secara dhonn (persangkaan) bagi orang yang jauh dari ka’bah.[16]
- Mengetahui Masuknya Waktu Sholat.
Setiap sholat fardlu yang kita laksanakan mempunyai batasan waktu yang telah diatur oleh syara’. Jadi sebelum kita melaksanakan sholat, kita harus mengetahui masuknya waktu sholat secara yakin atau secara dhonn (dugaan dengan berijtihad lebih dulu). [17]
- Mengetahui Bahwa Sholat Lima Waktu Itu Hukumnya Wajib.
Syarat sahnya sholat berikutnya adalah mengetahui bahwa sholat lima waktu hukumnya wajib. Hal ini mutlaq bagi musholli yang akan melakukan sholat, baik orang ‘awam atau yang lain.
- Tidak Mengi’tiqodkan Fardlu-Fardlunya Sholat Sebagai Sunnah.
Contohnya adalah berkeyakinan bahwa membaca Al-Fatihah itu termasuk sunnah bukan fardlu. Jadi seorang musholli yang mengi’tiqodkan satu fardlu sebagai sunnah, maka sholatnya tidak sah.
- Menjauhi Perkara Yang Bisa Membatalkan Sholat
Syarat sah sholat yang terakhir adalah tidak mengerjakan perkara-perkara yang bisa membatalkan sholat, seperti kesengajaan musholli memanjangkan rukun yang pendek dengan sengaja.
Catatan:
- Sebelum mengerjakan sholat ada beberapa kesunnahan sebagai berikut:
- Bersemangat akan melakukan sholat serta sungguh-sungguh dan senang.
- Mengosongkan hati dari hal-hal yang bisa mengganggu konsentrasi dalam sholat.
- [18]
RUKUN-RUKUN SHOLAT [19]
Rukun sholat ada empat belas, dengan menghitung thuma’ninah di empat tempat sebagai satu rukun.
1. | Niat | 9. | Thuma’ninah |
2. | Takbirotul ihrom | 10. | Tasyahhud yang akhir |
3. | Berdiri bagi yang mampu | 11. | Membaca sholawat |
4.
5. |
Membaca fatihah
Ruku’ |
12. | Duduk ketika Tasyahhud dan sholawat serta salam |
6. | I’tidal | 13. | Salam pertama |
7. | Sujud | 14. | Tertib |
8. | Duduk diantara dua sujud |
TATA CARA SHOLAT MELIPUTI RUKUN SERTA SUNNAH-SUNNAHNYA
NIAT
Rukun sholat yang pertama adalah niat. Kata niat secara bahasa (lughot) adalah menyengaja. Sedangkan niat menurut tinjauan syara’ adalah menyengaja sesuatu bersamaan dengan pelaksanaan sesuatu tersebut. Sedangkan apabila pelaksanaannya tertunda, maka dinamakan ‘Azm.[20]
Kewajiban-kewajiban di dalam niat sholat fardlu :
- Menyengaja mengerjakan sholat
- Menentukan sholat yang dikerjakan dengan zhuhur atau sesamanya
- Meniatkan kefardluan.
Kewajiban-kewajiban dalam niat sunnat selain naflu mutlaq
- Menyengaja mengerjakan sholat
- Menentukan sholat yang dilakukan
Adapun dalam naflu mutlaq hanya diwajibkan menyengaja melakukan sholat.
Sunnah-sunnah dalam niat sholat :
* Menyandarkan pada Allah Swt.
* Mejelaskan ada’ atau qodlo’-nya sholat.
* Menyebutkan (menjelaskan) penghadapan kiblat.
* Menyebutkan bilangan roka’at.[21]
Catatan :
- Melafadzkan niat hukumnya sunnah agar dapat membantu hati.
Contoh lafazh niat sholat :
- Niat sholat orang yang sholat sendirian secara Ada’:
اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَآءً للهِ تعالى
Atrinya: Saya mengerjakan sholat fardlu Zhuhur, empat roka’at seraya menghadap qiblat secara ada’, karena Alloh Ta’ala.
(jawa: Niat ingsun nekani sholat fardlu Zhuhur patang roka’at kaleh madep qiblat krono Allah ta’ala).
- Niat sholat imam dalam sholat ada’:
اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَآءً إماما للهِ تعالى
Artinya: Saya mengerjakan sholat fardlu Zhuhur, empat roka’at seraya menghadap qiblat secara ada’, menjadi imam karena Alloh Ta’ala.
(jawa: Niat ingsun nekani sholat fardlu Zhuhur patang roka’at kaleh madep qiblat, dadi Imam krono Allah ta’ala).
- Niat sholat ma’mum dalam sholat ada’:
F Musholli laki-laki:
اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَآءً مَأْمُومًا للهِ تعالى
F Musholli perempuan
اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَةَ اْلقِبْلَةِ اَدَآءً مَأْمُومَةً للهِ تعالى
Artinya: Saya mengerjakan sholat fardlu Zhuhur, empat roka’at seraya menghadap qiblat secara ada’, berma’mum (ma’muman) karena Alloh Ta’ala.
- TAKBIROTUL IHROM
Rukun sholat yang kedua adalah takbirotul ihrom. Dalam pelaksanaannya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya:
- Diwajibkan bagi musholli (orang yang melakukan sholat) untuk melakukan takbir dibarengi dengan niat (sholat), bahkan diwajibkan menghadirkan semua hal yang mu’tabar di dalam niat, dimulai dari awal takbir yaitu hamzah-nya lafadz الله sampai pada huruf ro’ lafadz أكبر .
Namun bagi orang ‘awam, sudah dianggap cukup dengan menghadirkan mu’tabar-nya niat pada sebagian/juz dari takbirotul ihrom itu.[22]
- Wajib bagi musholli untuk memperdengarkan semua huruf-huruf kepada dirinya sebagaimana rukun-rukun qouli yang lain, yakni seperti Fatihah, Tasyahhud dan salam.[23]
- Disunnahkan untuk mensukun ro’ lafazh أكبر.
- Bagi imam atau muballigh[24] yang dibutuhkan disunnahkan untuk mengeraskan suara takbirnya, sebagaimana takbirotul intiqol (takbir untuk perpindahan dari satu rukun ke rukun yang lain). Sedangkan bagi selain imam atau muballigh, yakni orang yang sholat sendirian atau ma’mum, maka baginya disunnahkan membaca takbir dengan sirri (lirih).[25]
- Disunnahkan mengangkat kedua telapak tangan (dalam keadaan terbuka dan agak renggang) seraya lurus dengan bahu/pundak, sekira dua ibu jari dalam keadaan lurus dengan daun telinga bagian bawah, ujung-ujung jari yang lain lurus dengan daun telinga bagian atas, bagian luar kedua telapak tangan lurus dengan bahu. Tata cara pengangkatan tangan tersebut disunnahkan berbarengan dengan takbirotul ihrom, dengan cara: membarengkan awal pengangkatan kedua tangan dan menyelesaikannya (pengangkatan tangan dan takbir) secara bersamaan pengangkatan tangan sebelum takbir sebagaimana yang banyak terjadi adalah tidak sesuai dengan sunnah (khilafu as-Sunah) meskipun tidak sedikit dari orang-orang yang berilmu melakukannya.[26]
Kesunnahan mengangkat kedua tangan dengan cara di atas juga berlaku ketika akan melaksanakan ruku’[27] dan juga bangun dari ruku’ serta ketika bangun dari tasyahhud awwal. Setelah takbir, dan posisi tangan saat itu masih terangkat, maka disusul peletakan tangan tepat pada bagian atas pusar sebelah kiri (tempat ulu hati) yang mana tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri. Ketika menurunkan tangan tersebut tidak disunnahkan mendahulukan tangan kanan.[28]
Cara yang lebih sempurna dalam mengangkat kedua tangan ketika bangun dari ruku’ adalah memulai mengangkat kedua tangan bersamaan dengan mengangkat kepala sampai tegak sempurna seperti keadaan semula, lalu kedua tangan dilepaskan. Sedangkan kesunnahan mengangkat kedua tangan ketika bangun dari tasyahhud awwal adalah dimulai ketika posisi badan mencapai batas minimal ruku’ (posisi berjongkok sekira kedua tangan bisa sampai pada kedua lutut).
Adapun lafadz takbir sholat itu sudah ditentukan yaitu, Allohu akbar (الله أكبر), tidak boleh di balik menjadi Akbarulloh (أكبر الله), atau Allohu a’dzom (الله أعظم) dan juga Arrohmanu akbar (الرحمن أكبر). Pelafazhan huruf-huruf yang ada dalam takbirotul ihrom harus sesuai dengan makhrojnya (tempat keluarnya huruf), dan juga tidak diperbolehkan menambahkan huruf yang bisa merusak arti, seperti memanjangkan huruf hamzah (أ) lafadz jalalah (الله).[29] Dan juga tidak diperbolehkan memanjangkan huruf Ba’ (ب) pada lafadz Akbar (أكبر) sehingga menjadi Akbaar… (أكبار), karena lafadz akbar dengan dibaca panjang huruf Ba’nya mempunyai arti beberapa gendang sisi satu. Yang perlu diperhatikan lagi, dalam melafazhkan takbir tidak boleh menambahkan huruf wawu sebelum lafadz jalalah sehingga menjadi Wallohu akbar, atau menambahkan huruf wawu mati atau hidup di antara lafazh jalalah (الله) dan lafadz Akbar (أكبر). Dan juga tidak diperbolehkan menambahkan/memanjangkan huruf Alif yang terletak di antara huruf ha’ dan lam lafadz jalalah[30] (menurut keterangan yang dinuqil dari Imam Ibnu Hajar adalah tujuh Alif/empat belas harokat).[31]
Sedangkan berhenti sejenak di antara lafadz (الله) dan lafadz (أكبر) atau membaca dlommah pada huruf ro’ lafazh (أكبر) hukumnya tidak sampai membatalkan sholat.
Semua ketentuan di atas berlaku bagi orang-orang yang mampu berbicara dengan fashih. Adapun bagi orang yang pelat/cedal (tidak mampu berbicara dengan fashih) maka ada dispensasi baginya, apabila sampai melafazhkan huruf tidak sesuai dengan makhrojnya.
- BERDIRI BAGI YANG MAMPU
Rukun sholat yang ketiga adalah berdiri bagi yang mampu. Untuk orang yang tidak mampu berdiri, maka ia melaksanakan sholat dengan cara duduk. Yang lebih utama baginya adalah duduk Iftiroosy (Menduduki telapak kaki kiri bagian dalam dengan meletakkan bagian luar menghadap ke bawah, dan menegakkan telapak kaki kanan serta meletakkan jemari kaki menghadap qiblat seperti duduk di antara dua sujud). Selanjutnya adalah duduk bersila (meletakkan pantat pada permukaan bumi dan meletakkan kaki yang kanan di bawah paha yang kiri dan meletakkan kaki kiri di bawah paha yang kaki kanan). Kemudian duduk tawarruk (seperti duduk Iftiroosy hanya saja kaki yang kiri diarahkan keluar ke bagian kanan dan meletakkan pantat pada permukaan bumi seperti duduk tasyahhud akhir).
Bagi orang yang tidak mampu sholat dengan cara duduk, maka ia melaksanakan sholat dengan cara tidur miring dengan meletakkan lambung bagian kanan ke bumi (tempat sholat) seraya menghadap ke qiblat. Kalau tidak mampu sholat dengan cara ini, maka dengan tidur miring ke kiri seraya menghadap ke qiblat.
Bagi orang yang tidak mampu sholat dengan cara tidur miring maka ia melaksanakan sholat dengan cara tidur terlentang serta menghadap ke qiblat. Dalam hal ini diwajibkan untuk meletakkan sejenis bantal di bawah kepala supaya wajah orang tersebut bisa menghadap ke qiblat. Untuk melaksanakan ruku’ dan sujudnya bila tidak dapat dengan sempurna adalah dengan isyaroh menggunakan kepala, isyaroh untuk sujud lebih rendah dibandingkan isyaroh untuk ruku’. Apabila tidak mampu dengan isyaroh kepala maka isyaroh dengan menggunakan gerakan mata.
Bagi orang yang tidak mampu sholat dengan cara yang telah ditentukan di atas maka ia melaksanakan sholat di dalam hati dengan cara melaksanakan rukun-rukun dan sunah-sunah sholat di dalam hati. Jadi kewajiban sholat tidak hilang selama seseorang itu masih mempunyai akal.[32]
- MEMBACA SURAT AL-FATIHAH
Rukun sholat yang keempat adalah membaca surat Al-Fatihah dalam setiap roka’at sholat. Syarat-syarat Fatihah :
- Tartib, yakni fatihah dibaca sesuai dengan urutan ayat yang sudah maklum.
- Muwalaah, artinya membaca ayat-ayat Al-Fatihah secara berkesinambungan tanpa adanya suatu pemisah yang melebihi satu helaan nafas atau tersengal-sengal.
- Melafazhkan semua huruf-hurufnya tanpa ada yang tertinggal sesuai dengan makhroj Jumlah huruf fatihah tanpa menghitung tasydid didalamnya versi qiro’ah lafadz “maliki” tanpa alif adalah 141. Sedangkan dengan mengikutkan seluruh tasydid dan mengikuti qiro’ah lafadz “maliki” dengan alif adalah 155.
- Melafazhkan seluruh tasydid yang jumlahnya 14.
- Tidak diam yang lama tanpa adanya udzur.
- Tidak diam sebentar yang bertujuan memutus qiro’ah.
Membaca seluruh ayatnya, diantaranya adalah basmalah.Tidak adanya
Lahn
- yang sampai bisa merubah/merusak arti.
Lahn
- menurut
Fuqoha’
- mencakup penggantian satu huruf dengan huruf yang lain dan penggantian atau merubah I’rob. Yang dimaksud dengan merubah makna adalah :
- Lahn yang sampai merubah makna kalimat ke makna yang lain seperti membaca dlomah atau kasroh pada ta’ lafadz أَنعَمْتُ.
- Lahn yang mengakibatkan kalimat tidak bermakna sama sekali, seperti : الَّزِيْنَ الَّدِيْنَ،
Adapun Lahn yang tidak merubah makna maka tidak membatalkan sholat. Akan tetapi hukumnya harom apabila ada unsur kesengajaan, dan makruh apabila tidak ada unsur kesengajaan. Contoh Lahn yang tidak merubah makna diantaranya sebagai berikut:
الْحَمْدَ لِلّهِ، رَبِّ العالَمُون، إيَّاكُ، نَعْبُدَ، نِعْبِدُ، اُهْدِنَا، الصُّرَاط، الْحَمْدُ للهُ.
9. Fatihah dibaca dalam keadaan berdiri atau penggantinya.
- Memperdengarkan semua huruf-hurufnya kepada dirinya sendiri bagi yang pendengarannya normal dan tidak ada suara gaduh.
- Tidak disela-selai oleh dzikir lain yang tidak berkaitan dengan kemashlahatan sholat.
- Fatihah dibaca dengan bahasa arab.
- Tidak memakai qiro’ah di luar qiro’ah imam tujuh.
- Kesunnahan-kesunnahan dalam fatihah
- Membaca waqof di setiap akhir ayat. Dan yang lebih utama (الأولى) adalah tidak membaca waqof pada lafadz أَنعَمْتَ عَلَيْهِمْ karena kalimat tersebut bukan tempat waqof dan bukan ujung ayat menurut Imam Syafi’i.
- Melantangkan (جَهر) bacaan fatihah bagi selain ma’mum pada dua roka’at yang pertama / dua roka’at sholat jahriyah.
- Membaca Amiin seusai bacaan fatihah meski di luar sholat setelah diam sejenak, selama ia belum melafadzkan apapun selain رَبِّ اغْفِرْلِيْ dan akan bagus apabila ditambahkan lafazh رَبِّ الْعَالَمِيْنَ sehingga susunannya menjadi آمين رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
- Mengeraskan bacaan Amiin dalam sholat jahriyyah.
- Membarengkan bacaan Amiin dengan bacaan Amiin si Imam dalam sholat jahriyyah apabila ia mendengar bacaan si Imam.
Sebelum membaca fatihah disunnahkan untuk membaca dzikir iftitah secara sirri/pelan (tidak terdengar orang lain, cukup didengar sendiri) baik dalam sholat fardlu ataupun sholat sunnah, selama ia belum membaca ta’awwudz. Untuk kesunnahan membaca iftitah ini, ada lima syarat yaitu :[33]
- Bukan pada sholat jenazah.
- Tidak ada kekhawatiran habisnya waktu sholat ada’ (mengerjakan sholat pada waktunya).
- Tidak ada kekhawatiran bahwa fatihahnya tidak sempurna (ketika Imam bangun dari ruku’/menemui ruku’ bersamaan dengan Imam).
- Ma’mum menemui sang Imam dalam keadaan berdiri. Apabila ma’mum menemui Imam dalam keadaan selain berdiri maka ma’mum tidak disunnahkan membaca do’a iftitah.
- Musholli belum membaca ta’awwudz atau qiro’ah.
Contoh dzikir iftitah :
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا ، وُسْبَحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً ، وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا ، وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ، إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ، لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ .
Dan sunnah ditambah do’a di bawah ini :
اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ اَلْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ , اَللَّهُمَّ نقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى اَلثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنْ اَلدَّنَسِ , اَللَّهُمَّ اِغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُغْسَلُ الثَّوْبُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ .
Selanjutnya, Musholli disunnahkan untuk membaca ta’awwudz walaupun di dalam sholat jenazah dengan suara pelan meskipun dalam sholat jahriyyah. Kesunnahan ini berlaku selama ia belum membaca basmalah surat al-fatihah pada tiap-tiap roka’at sholat, tapi dalam roka’at pertama bacaan ta’awwudz lebih dikukuhkan. Dan dimakruhkan meninggalkan ta’awwudz pada tiap-tiap roka’at.[34]
- Perlu diketahui bahwa :
- Do’a iftitah itu diawali dengan kalimat “ الله أكبر ” sebelum lafadz “ كبيرًا ”.
- Do’a iftitah/tawajjuh yang ma’tsur adalah tanpa kalimat “ إني ” sebelum “ وَجَّهْتُ ”.
- Tambahan رَبِّ اغْفِرْلِيْ sebelum bacaan آمين itu hanya untuk si pembaca fatihah. Jadi jika ma’mum meng-Amini Imamnya maka tidak dianjurkan untuk menambah رَبِّ اغْفِرْلِيْ . Justru akan memutus Muwalah fatihahnya ketika ia sedang membaca fatihah misalnya.
Setelah selesai membaca fatihah di dalam dua roka’at yang pertama disunnahkan membaca satu ayat Al-Qur’an atau lebih.
- RUKU’
Rukun sholat yang kelima adalah ruku’. Batas minimal melaksanakan ruku’ adalah membungkukkan badan. Sekira kedua telapak tangan bisa sampai pada kedua lutut. Pelaksanaan ruku’ yang sempurna adalah dengan cara menambahkan kesunnahan-kesunnahan seperti meratakan punggung dan leher, memegang kedua lutut dengan kedua telapak tangan yang dibuka dan jari-jemarinya agak direnggangkan seraya menegakkan kedua betis serta paha dan juga merenggangkan kedua lutut kira-kira satu jengkal (kilan). Ketika ruku’ disunnahkan untuk membaca “سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ“ sebanyak tiga kali.
Tata cara ruku’ di atas diperuntukkan bagi orang yang sholat dengan berdiri. Bagi orang yang sholat dengan cara duduk, batas minimal ruku’nya adalah membungkukkan badan sekira jabhah (jawa: bathuk) lurus dengan kawasan depan lutut, sedangkan yang sempurna adalah posisi jabhah lurus dengan tempat sujud.[35]
Catatan :
- Orang yang kedua tangannya buntung, maka cara ruku’nya dengan melepaskan kedua tangannya. Sedangkan bila yang buntung hanya satu tangan, maka tangan yang buntung saja yang dilepaskan.
- Bagi orang yang bertangan pendek, hukumnya sama dengan orang yang buntung.
- I’TIDAL
Rukun sholat selanjutnya adalah I’tidal yaitu kembali pada posisi tubuh sebelum pelaksanaan ruku’. Artinya bahwa musholli yang sholat dengan berdiri maka I’tidalnya adalah berdiri, sedangkan musholli yang sholat dengan duduk, maka I’tidalnya dengan duduk.
- Ketika bangun dari ruku’ menuju I’tidal, disunnahkan untuk membaca “ سَمِعَ الله لِمَنْ حَمِدَهُ ”. Ketika posisi sudah tegak, disunnahkan untuk membaca do’a: [36]
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَواتِ وَمِلْءَ الأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ / رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ مِلْءَ السَّمَواتِ وَمِلْءَ الأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ .
Dalam sholat shubuh pada roka’at kedua, sesudah I’tidal dan membaca do’a tersebut di atas, disunnahkan untuk membaca do’a qunut seraya mengangkat kedua tangan hingga lurus dengan bahu. Selain itu, do’a qunut juga disunnahkan setelah :
- I’tidal yang terakhir dalam sholat witir pada separuh akhir bulan Romadlon.
- I’tidal yang terakhir dalam sholat maktubah (lima waktu) ketika ada nazilah (Mushibah) yang menimpa kaum muslimin. Adapun bacaan do’a qunut adalah sebagai berikut :
اللَّهُمَّ اهْدِنِى فِيمَنْ هَدَيْتَ ، وَعَافِنِى فِيمَنْ عَافَيْتَ ، وَتَوَلَّنِيْ فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ ، وَبَارِكْ لِيْ فِيمَا أَعْطَيْتَ ، وَقِنِى شَرَّ مَا قَضَيْتَ ، فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتـُوْبُ إِلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ نِالنَّبِيِّ اْلأُمِّيَّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ .
- Dalam membaca do’a qunut, imam disunnahkan untuk melantangkan suara pada seluruh lafazh qunut termasuk lafazh tsana’ (فإنك تقضى….إلخ) dan do’a sholawat setelahnya, walaupun dalam sholat sirriyyah.
- Ma’mum yang mendengar qunut Imam disunnahkan :
- Meng-amini lafazh-lafazh do’a dalam qunut Imam tersebut dengan suara lantang.
- Membarengi secara lirih lafadz tsana’ si Imam (dan ini adalah yang lebih utama) atau mengucapkan أَشْهَدُ atau lafadz :
بَلَى وَأَنَا عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ
dan semacamnya atau mendengarkan bacaan tsana’ si Imam.
- Ma’mum yang tidak mendengar qunut si Imam, atau hanya mendengar suara yang ia tidak bisa memahaminya maka ia disunnahkan membaca qunut sendiri secara sirri. Demikian pula orang yang sholat sendirian.[37]
- Setelah selesai membaca qunut tidak disunnahkan mengusap wajah atau yang lainnya dengan tangan.[38]
- SUJUD
Rukun sholat berikutnya adalah sujud sebanyak dua kali dalam setiap roka’at. Adapun syarat-syarat sujud yaitu:[39]
- Bersujud dengan menggunakn tujuh anggota sujud atau tujuh tulang.
- Ketika turun tidak bermaksud sesuatu selain sujud.
- Thuma’ninah/diamnya seluruh anggota sujud secara serentak atau dalam satu tempo.
- Menekankan jabhah (dahi) pada tempat sujud.
- Menunduk artinya meninggikan posisi anggota tubuh bagian bawah melebihi posisi anggota tubuh bagian atas.
- Membuka jabhah (dahi).
- Tidak bersujud pada sesuatu yang muttashil (bersambung) dengan si musholli, yang ikut bergerak karena gerakannya.
- Kesunnahan-kesunnahan dalam sujud :[40]
- Mengurutkan peletakan beberapa anggota sujud. Mulai dari meletakan dua lutut dalam keadaan renggang kurang lebih sejengkal, lalu meletakkan kedua telapak tangan lurus dengan bahu serta mengangkat kedua dziro’ dari tempat sujud, membentangkan jari-jari kedua tangannya dalam keadaan rapat menghadap Qiblat, lalu meletakkan dahi berbarengan dengan hidung.
- Hidung dalam keadaan terbuka.
- Merenggangkan kedua siku musholli laki-laki dari kedua lambungnya, dan mengangkat perutnya dari kedua paha serta memisahkan kedua lututnya.
- Merapatkan kedua siku dan perut musholli perempuan dengan kedua lambungnya.
- Membuka kedua mata.
- Membaca “ سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ” sebanyak tiga kali.
8. DUDUK DI ANTARA DUA SUJUD
Rukun sholat yang berikutnya adalah duduk di antara dua sujud, yaitu duduk setelah melaksanakan sujud yang pertama. Ketika mengangkat kepala dari sujud tidak boleh menyengaja selain duduk, apabila mengangkat kepala dikarenakan terkejut dari semisal sengatan kalajengking maka diharuskan mengulangi sujud. Selain itu pelaksanaan duduk di antara dua sujud tidak boleh diperpanjang melebihi kadar waktu pembacaan batas minimal tasyahhud, sebagaimana dalam I’tidal tidak boleh memperlama melebihi kadar waktu pembacaan Fatihah.
Pelaksanaan duduk di antara dua sujud disunnahkan dengan cara Iftirosy, yaitu duduk dengan mata kaki kiri dijadikan alas serta menjadikan bagian luar / zhohir dari telapak kaki kiri di bawah (tempat sholat). Sedangkan kedua telapak tangan diletakkan di atas kedua paha lurus dengan kedua lutut. Praktek duduk dengan cara iftirosy semacam ini juga disunnahkan dalam pelaksanaan tasyahhud awwal, jalsah istirohah serta tasyahhud akhir yang diiringi sujud sahwi.
Sedangkan bacaan yang disunnahkan dalam duduk diantara dua sujud adalah: “ رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَارْفَعْنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَعَافِنْيْ وَاعْفُ عَنِّيْ “
Setelah selesai melaksanakan sujud yang kedua, musholli disunnahkan duduk istirohah ketika akan berdiri. Kadar waktu pelaksanaan duduk istirohah adalah sebagaimana duduk diantar dua sujud. Ketika akan bangkit dari sujud dan duduk, disunnahkan pula I’timad (bertumpu) pada kedua telapak tangan, karena hal tersebut lebih memudahkan musholli untuk berdiri.[41]
- THUMA’NINAH
Rukun sholat yang kesembilan adalah thuma’ninah ketika melakukan ruku’, I’tidal, dua sujud dan duduk di antara dua sujud. Batasan thuma’ninah adalah diamnya anggota tubuh musholli sekira ada suatu pemisah antara rukun sebelumnya dan rukun sesudahnya. Dalam keterangan lain menjelaskan thuma’ninah adalah diam di antara dua gerakan.
- TASYAHHUD AKHIR
Rukun sholat yang kesepuluh adalah Tasyahhud Akhir. Sedangkan bacaan tasyahhud akhir yang paling sempurna (akmal) adalah sebagai berikut:
التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ ِللهِ ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ الله ِ.
- Syarat-syarat Tasyahhud:
* Memperdengarkan bacaan pada diri musholli.
* Tidak boleh terdapat sesuatu yang memalingkan dari tasyahhud.
* Muwalah (jawa “nuli-nuli”), di antara kalimat-kalimat tasyahhud sekira tidak dipisah dengan diam yang melebihi satu helaan nafas.
* Melafazhkan huruf, kalimah serta tasydid sesuai dengan ketentuannya.
* Tartib, apabila tanpa adanya tartib bisa merusak makna.
* Berbahasa arab bagi yang mampu.
* Membaca dengan duduk, kecuali ada ‘udzur.
Muhimmatun:
@ Apabila musholli membaca izhhar pada huruf Nun (أن) yang semestinya harus di idghom-kan pada Lam lafadz لآ إله إلاّ الله maka sholatnya batal karena telah meninggalkan satu tasydid darinya.
@ Dalam bacaan sholawat, bila si musholli tidak meng-idghomkan-kan tanwin huruf Dal (د) lafadz محمّد pada huruf Ro’ (ر) lafadzرسول الله maka sholatnya juga batal. Karena alasan tersebut di atas.[42]
- MEMBACA SHOLAWAT
Rukun sholat yang berikutnya adalah membaca sholawat. Pembacaan sholawat ini dilakukan setelah selesainya tasyahhud akhir. Batasan minimal bacaan sholawat adalah, lafadz “ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ”. sedangkan yang lebih sempurna adalah, bacaan sholawat secara lengkap seperti yang tertera di bawah ini:
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ . وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
Muhimmatun:
- Perlu diketahui, bahwa kalimat “ في العَالَمِينَ ” itu berhubungan atau ta’alluq dengan fi’il-fi’il Amar sebelumnya atau dengan semacam lafadz “ أَدِمْ ذلِكَ ” yang dibuang. Bukan satu rangkaian kalimat dengan lafazh “ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ” sebagaimana yang banyak disalah pahami dan disalah artikan di beberapa buku-buku Tuntunan Sholat bahasa Indonesia atau Jawa (Fasholatan). Oleh karena itu yang baik adalah berhenti/membaca waqof pada lafadz “ في العالمين ”. Baru dilanjutkan membaca “إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ” yang kedudukan tarkibnya menjadi ta’lil atau menempati tempat ta’lil untuk permohonan-permohonan sebelumnya. Setelah selesai membaca sholawat disunnahkan berdo’a, bahkan hukumnya makruh meninggalkannya.[43]
- Di antara do’a yang ma’tsur setelah membaca sholawat dalam tasyahhud adalah:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ النَّارِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ وَفِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَفِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ .
- DUDUK TASYAHHUD AKHIR DAN SHOLAWAT
Rukun sholat yang berikutnya adalah duduk ketika melaksanakan tasyahud akhir, sholawat dan salam tahallul. Dalam pelaksanaannya sunnah :[44]
- Duduk t Duduk tawarruk adalah duduk sebagaimana iftirosy, hanya saja dalam duduk tawarruk, musolli mengeluarkan kaki kirinya ke samping kanan, dan meletakkan pantatnya ke bumi.
- Kedua telapak tangan ketika duduk tasyahhud awal dan akhir di letakkan di atas ujung kedua lutut sekira ujung jari-jari tangan lurus dengannya seraya membentangkan jari-jari tangan kiri dalam keadaan merapat lalu menggenggam jari-jari tangan kanan kecuali jari telunjuk. Yang afdlol adalah menggenggamkan ibu jari pada bagian sisi bawah jari telunjuk seakan membentuk angka arab lima puluh tiga (53).
- Mengangkat jari telunjuk tangan kanan agak miring sedikit ketika mulai membaca huruf hamzah (ء) pada lafadz إلاَّ الله.
- Terus menerus mengangkat jari telunjuk tersebut sampai ia mulai berdiri atau sampai sempurnanya salam kedua yakni sampai dengan huruf mim (م) pada lafadz عَلَيْكُمْ.
- Memfokuskan pandangan pada ujung jari telunjuk ketika terangkat.
13. SALAM
Rukun sholat yang ketiga belas adalah salam yang pertama, minimal dengan ucapan “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ“, sedangkan salam yang kedua hukumnya sunnah.
- Sunnah-sunnah dalam salam :
- Menambahkan lafadz وَرَحْمَةُ الله
- Menolehkan kepala ke kanan untuk salam yang pertama dan ke kiri untuk salam yang kedua sampai pipi si musholli bisa terlihat oleh orang yang berada di belakangnya.
- Bagi Imam Ma’mum maupun Munfarid berniat mengucapkan salam pada malaikat, orang dan jin yang mu’min yang berada di sebelah kanan ketika salam pertama, dan mengucapakan salam kepada mereka yang berada di sebelah kiri, ketika salam kedua.
- Berniat membaca salam kepada mereka yang berada di belakang atau di depannya dengan salam yang pertama (ini yang afdlol) atau dengan salam yang kedua.
- Bagi ma’mum yang berada di belakang imam berniat menjawab salam imam dengan salah satu dari kedua salamnya.
- Bagi ma’mum yang berada di sebelah kanan imam berniat menjawab salam imam dengan salam yang kedua.
- Bagi ma’mum yang berada di sebelah kiri imam berniat menjawab salam imam dengan salam yang pertama.
- Bagi sebagian ma’mum berniat menjawab salam sebagian yang lain.
- Berniat keluar dari sholat ketika mulai salam yang pertama.
- Mempercepat salam dan tidak memanjangkan.
- Memulai salam (yang pertama dan yang kedua) seraya menghadap wajahnya ke arah Qiblat. Dan menyelesaikannya berbarengan dengan kesempurnaan menoleh.
- Bagi ma’mum mengucapkan salam setelah Imam selesai dari kedua salamnya, dan setelah salam disunnahkan mengusap wajah dengan telapak tangan kanan, seraya mengucapkan do’a:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ ، اللَّهُمَّ أَذهِبْ عَنِّيّ الْهَمَّ وَالْحُزْنَ / بِسْمِ اللهِ الَّذِي لاَ اِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ ، اللَّهُمَّ أَذهِبْ عَنِّيّ الْهَمَّ وَالْحُزْنَ .
14. TARTIB
Rukun sholat yang terakhir adalah tartib. Pengertian tartib disini adalah melaksanakan rukun-rukun sholat sesuai dengan urutannya masing-masing, contohnya adalah melakukan I’tidal setelah ruku’ dan sujud setelah melakukan I’tidal.
Dalam pelaksanaan sholat ada kesunnahan-kesunnahan diantaranya khusyu’-nya hati dan anggota tubuh, mengangan-angan arti dari bacaan al-Qur’an dan dzikir, memandang tempat sujud ketika sholat, dll.
Setelah selesai melaksanakan ibadah sholat, hendaknya tidak langsung bubaran. Namun sebagai orang yang ber-I’tiqod Ahli Sunnah Wal-Jama’ah kita dianjurkan untuk berdzikir dan berdo’a sejenak dengan wirid-wirid dan do’a-do’a yang ma’tsur dari Nabi Muhammad Saw.
Wallahu a’lam bi ash-showab.
[1] As-Sayid al-Bakri bin As-Sayid M. Syatho ad-Dimyathi, I’anah Juz I h. 46 – 47
[2] Ibid hal. 46 – 48
[3] Al Syaikh Taqiyyuddin al hishny.
[4] Kasyifatus saja hal. 18, al-Bajuri Juz I hal. 48 dan Tausyikh hal. 14
[5] Ibrohim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri, (Semarang: Thoha Putra), juz I Hal.55
[6] Maksudnya rambut bagian dalam akan tertutup bila tertekan jari, dan akan tampak bila jari dilepas; misalnya ujung rambut melengkung ke atas.
[7] Syarqowi Juz I hal. 57
[8] Bila airnya kurang dari dua qullah, maka airnya menjadi musta’mal setelah digunakan membasuh tangan, namun ia masih boleh melakukan tatslits membasuh tangan dengan menggunakan air tersebut. Syihabuddin Ahmad Ibnu Hajar al-Haitami, Al-Minhaj al-Qowim, (Surabaya: al-Hidayah), hal. 6
[9] Maksudnya telah mencapai batas menimbulkan syahwat menurut orang yang punya karakter normal.
[10] Fathul Qorib Hal 28 Cet. Dar al-Kutub al-Islamiyah
[11] Safinatun naja Bi hamisy Kasyifatis saja Hal 50
[12] Ibid Hal 50
[13] Kasyifatussaja Hal 48
[14] Fathul Qorib 31 Cet. Dar al-Kutub Islamiyah
[15] Kasyifatussaja Hal 49
[16] Ibid Hal 49
[17] Fathul Mu’in hal 49 Cet. Dar al-Kutub Islamiyah
[18] Fathul Mu’in hal 49 Cet. Dar al-Kutub Islamiyah
[19] Ibid Hal 34
[20] Fathul Qorib hal 13 Cet. Dar al-Kutub Islamiyah
[21] Fathul Mu’in hal 34 Cet. Dar al-Kutub Islamiyah
[22] Fathul Mu’in hal 35 Cet. Dar al-Kutub Islamiyah
[23] Ibid hal 35
[24] Muballigh adalah orang yang menyampaikan suara Imam kepada ma’mum.
[25] I’anatuth tholibin Juz I Hal 132
[26] Kasyifatus saja hal . 62
[27] Namun disini disunnahkan untuk membarengkan penghabisan Takbir dengan penghabisan pengangkatan kedua tangan, akan tetapi disunnahkan memanjangkan Takbir sampai keadaan membungkuk secara sempurna
[28] Ibid Juz I Hal 135
[29] Fathul Mu’in hal 35 Cet. Dar al-Kutub Islamiyah
[30] Sampai batasan yang tidak diakui oleh seorangpun dari para Imam Qiro’ah.
2 I’anatut tholibien juz 1 hal 133
1 Fathul Mu’in hal 36 Cet. Dar al-Kutub Islamiyah
[33] I’anatuth tholibin Juz I Hal 145 cetakan Al-Haromain Jeddah
[34] Ibid hal 166
[35] I’anah Juz I Hal. 154-155
[36] Ibid hal. 156
[37] Ibid Hal. 158-161
[38] Ibid Hal. 159
[39] Ibid Hal. 162
[40] Ibid Hal. 162
[41] Ibid Hal. 167
[42] Ibid Hal. 168, Nihayatzzain Hal. 71
[43] Ibid Hal. 171
[44] Ibid Hal. 174-175 Nihayatuz Zain hal 73.
Kwagean, 15 Oktober 2016 M
Facebook Comments