Peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ
Dari satu riwayat peringatan maulid pertama kali digelar oleh Syaikh Umar Ibnu Muhammad Al-Mulla (yang wafat pada tahun 570 H) di kota Mosul yang kemudian diikuti oleh raja daerah Irbil yaitu Al-Mudhoffar -Abu Said Kukburi Ibnu Zainuddin Ali Ibni Baktakin- dan selainnya. Sedangkan dari riwayat yang lain menyatakan Al-Mudhoffar-lah (yang wafat pada tahun 630 H) sosok yang pertama kali menggelarnya.
Peringatan ini biasanya terjadi pada tanggal 12 Robi’ul Awal, yang mana bertepatan dengan hari kelahiran baginda nabi Muhammad ﷺ Dan tentunya hal ini sebagai bentuk rasa bahagia dan syukur kita atas kelahiran beliau.
Adapun bentuk peringatan maulid yang dianggap baik dan benar oleh para ulama adalah suatu perkumpulan yang mempunyai kegiatan membaca ayat-ayat yang mudah dari Al-Qur’an, Hadits dan kisah-kisah baginda pada saat di kandungan, dilahirkan dan setelahnya. Kemudian dihidangkan makanan untuk mereka makan atau mereka tasarufkan.
Sedangkan untuk selebihnya, diterangkan dalam kitab Tanbiihaatul Wajibaat karya Syaikh Hasyim Asy’ari seperti menabuh rebana dan memperhatikan atau menjaga tata krama itu tidak berdampak buruk sama sekali.
«التنبيهات الواجبات» (10-11) :
يؤخذ من كلام العلماء الآتي ذكره : أنّ المولد الذي يستحبه الأئمة هو اجتماع الناس وقراءة ما يتيسّر من القرآن ورواية الأخبار الواردة في مبدئ أمر النبيّ ﷺ وما وقع في حمله ومولده من الإرهاصات وما بعده من سيره المباركات ثمّ يوضع لهم طعام يأكلونه وينصرفون وإن زادوا علي ذلك ضرب الدفوف مع مراعاة الأدب فلا بأس بذلك.
“Dapat diambil kesimpulan dari perkataan para ulama, yakni bahwasanya peringatan maulid nabi yang dianggap baik oleh mereka adalah suatu perkumpulan yang mempunyai kegiatan membaca ayat-ayat yang mudah dari Al-Qur’an, Hadits dan kisah-kisah nabi ﷺ berupa beberapa pertanda pada saat di kandungan, dilahirkan dan biografi-biografi yang diberkati setelahnya. Kemudian dihidangkan makanan untuk mereka makan atau mereka tasarufkan. Adapun jika mereka berniat menambahnya dengan menabuh rebana dan memperhatikan atau menjaga tata krama itu tidak berdampak buruk sama sekali.”
Adapun hukum asal peringatan ini menurut Syaikh Ahmad Ibnu Hajar Al-Asqolaani ialah bid’ah yang selama 3 abad silam tidak dilakukan oleh para ulama salaf. Hanya saja dalam penjelasan imam Nawawi mengatakan bid’ah secara syariat adalah sesuatu yang tidak ada pada zaman rasul. Dan bid’ah itu terbagi menjadi 2, diantara-nya : hasanah (baik) dan sayyiah (buruk). Dan dipertegas kembali oleh Syaikh Izuddin Ibnu Abdissalam bid’ah itu (juga) terbagi menjadi 5, diantara-nya : wajib, haram, sunah, makruh dan mubah. Kemudian Syaikh Ibnu Maajah dalam karyanya berpendapat bahwasanya perayaan maulid itu termasuk bid’ah hasanah yang disunahkan ketika secara syar’i hal tersebut sepi dari kemungkaran.
Adapun sebagian hikmah dibalik peringatan maulid adalah sebagai berikut :
- Dibangkitkan dan dikumpulkan dengan para hamba yang jujur, mati syahid dan sholih di dalam surga-surga yang penuh kebahagiaan.
- Tempat tinggalnya akan dijauhkan dari paceklik, wabah, kebakaran, penyakit dan lain-lain.
- Dimudahkan dalam menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan malaikat Nakir.
- Ditempatkan pada kedudukan yang sempurna disisi Allah yang maha kuasa.
Referensi :
– Tanbihaatul Wajibaat (karya Syaikh Hasyim Asy’ari) – Al-Hawi Lil Fatawi (karya Syaikh Jalaluddin As-Suyuti) – Hawasyi Asy-Syarwani (karya Syaikh Abdul Hamid Asy-Syarwani) – Subulul Huda War rosyadi (karya Muhammad Ibnu Yusuf Ash-Sholihi Asy-Syami – I’anatutholibiin (karya Syaikh Abu Bakr Ibnu Muhammad Asy-Syatho).