KWAGEAN

Kontroversi Seputar Amalan Bulan Muharram

     Sebagai seorang Hamba, mendekatkan diri pada Tuhan adalah sebuah keniscayaan. Menghamba dan terus meminta pada-Nya adalah sebuah keharusan. Oleh sebab itu, beribadah pada hari-hari mulia akan menjadi lebih istimewa bagi sorang hamba disebabkan pahala-pahala yang dijanjikan oleh Allah begitu besar bagi siapa saja yang mau beribadah di dalamnya. Tidak ketinggalan, di antara hari-hari yang istimewa tersebut adalah tanggal 9 dan 10 Muharram. Adapun keistimewaan  puasa pada hari Asyuro (puasa pada tanggal sepuluh muharram) adalah, dihapusnya dosa satu tahun yang telah lampau. Dan kenapa juga disunnahkan puasa Tasu’a (puasa pada tanggal sembilan Muharram) supaya berbeda dengan kaum yahudi dan juga untuk berhati-hati dari salahnya penetapan awal bulan. Maka dari itu bagi seseorang yang tidak puasa pada tanggal sembilan Muharram disunnahkan untuk puasa pada tanggal sebelas Muharram, tapi andaikan seseorang  hanya  menghendaki puasa Asyuro saja, tidak ada masalah baginya.

     Adapun hadis yang menerangkan masalah disunnahkan untuk memakai cela’, mandi, dan memakai wangi-wangian pada tanggal sepuluh Asyuro hadisnya maudhu’ (palsu). Diterangkan di kitab Ianatu tholibin yang mengutip dari kitab ithafut nabawiyyah fi fadhoilil asyuro : Syeh Al Allamah Al ajhuri berkata : adapun hadis yang menerangkan masalah memakai cela’ menurut Al Hakim hadis tersebut munkar, dan menurut Ibnu Hajar hadis tersebut maudhu’ . Bahkan menurut sebagian Ulama’ Hanadiyyah memakai cela’ pada tanggal sepuluh Muharram bisa menyebabkan dimurkai Ahlul bait, maka wajib untuk ditinggalkan, dan menurut Shohibul jamil ta’liq : makruh memakai cela’ pada hari Asyuro, karena Yazid dan Ibnu Ziyad pada hari itu memakai cela’ menggunakan darahnya Husain, tapi sebagian pendapat ada yang mengatakan mereka berdua menggunakan cela’ dengan istmidI, dengan tujuan supaya mata mereka tajam penglihatannya.

    Imam Al Allamah Al Ajhuri berkata : sungguh saya pernah bertannya kepada sebagian Imam Hadis dan Fiqih dalam masalah memakai cela’, memasak biji-bijian, memakai pakaian baru, dan idzharus surur, kemudian dijelaskan oleh sebagian Imam tadi bahwasannya dalam masalah tadi tidak ada penjelasan yang jelas dari hadis shohih, dan juga tidak ada penjelasan dari satupun shahabat, dan tidak ada satupun dari imam muslimin yang mensunnahkannya.

قَالَ وَحَاصِلُهُ أَنَّ مَا وَرَدَ مِنْ فِعْلِ عَشْرِ خِصَالٍ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ لَمْ يَصِحَّ فِيْهَا إِلَّا حَدِيْثُ الصِّيَامِ وَالتَّوْسِعَةِ عَلَى الْعِيَالِ وَأَمَّا بَاقِي الْخِصَالِ الثَّمَانِيَةِ فَمِنْهَا مَا هُوَ ضَعِيْفٌ وَمِنْهَا مَا هُوَ مُنْكَرٌ مَوْضُوْعٌ

وَقَدْ عَدَّهَا بَعْضُهُمْ اِثْنَتَيْ عَشْرَةَ خَصْلَةً وَهِيَ اَلصَّلَاةُ وَالصَّوْمُ وَصِلَةُ الرَّحِمِ وَالصَّدَقَةُ وَالْإِغْتِسَالُ وَالْإِكْتِحَالُ وَزِيَارَةُ عَالِمٍ وَعِيَادَةُ مَرِيْضٍ وَمَسْحُ رَأْسِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوْسِعَةُ عَلَى الْعِيَالِ وَتَقْلِيْمُ الْأَظْفَارِ وَقِرَاءَةُ سُوْرَةِ الْإِخْلَاصِ أَلْفَ مَرَّةٍ

Al Allamah Al Ajhuri berkata : Walhasil, apa yang diriwayatkan berupa amalan sepuluh macam pada hari Asyura tidak ada yang shahih kecuali hadits berpuasa dan memberi kelonggaran atas keluarga. Adapun yang lainnya ada yang dhaif. Munkar dan maudhu’. Ulama menghitungnya menjadi dua belas macam, yaitu:

  1. Shalat
  2. Berpuasa
  3. Silaturrahim
  4. Bersedekah
  5. Mandi
  6. Bercelak
  7. Mengunjungi orang alim
  8. Menjenguk orang sakit
  9. Mengusap kepala anak yatim
  10. Memberi kelonggaran atas keluarga
  11. Memotong kuku
  12. Membaca surat Al Ikhlash seribu kali

 

Kajian Bahtsul Masail (KBM) Kwagean.