Perbedaan waktu dalam melaksanakan hari raya di negara kita sudah menjadi kewajaran. Ada banyak sekali faktor yang menyebabkannya. Salahsatu faktor utama dalam perbedaan tersebut dilatarbelakangi perbedaan metode yang digunakan dalam penetapan hilal dan bulan hijriyyah.
Pemerintah sendiri lewat Kementerian Agama RI mengeluarkan keputusan penetapan waktu pelaksanaan hari raya setiap tahunnya. Ketetapan tersebut berdasarkan hasil Sidang Itsbat yang digelar setiap tiba penghujung Ramadhan.
Ketetapan pemerintah mempunyai kekuatan hukum yang berlaku kepada seluruh warganya. Artinya, apabila pemerintah telah menetapkan kapan jatuhnya hari raya idul fitri, maka ketetapan tersebut wajib di taati. Hal ini berdasarkan firman Allah,
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا أَطِيْعُوا اللهَ وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً (النسآء : 59)
” Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri(pemerintah) di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya “. (Qs. An Nisa’ : 59 )
Juga diterangkan dalam Tafsir Qurthubi, bahwasannya ada beberapa hal yang harus ditaati oleh rakyatnya ketika pemerintah telah menetapkan, salahsatunya adalah hari raya. Berikut bunyi redaksinya,
قَالَ سَهْلُ بْنُ عَبْدِ اللهِ التُّسْتُرِيُّ : أَطِيْعُوْا السُّلْطَانَ فِي سَبْعَةٍ : ضَرْبِ الدَّرَاهِمِ وَالدَّنَانِيْرِ، وَالْمَكَايِيْلِ وَاْلأَوْزَانِ، وَاْلأَحْكَامِ، وَالْحَجِّ، وَالْجُمْعَةِ، وَالْعِيْدَيْنِ، وَالْجِهَادِ. (تَفْسِيْرُ الْقُرْطُبِيِّ، جزء: 5، ص.: 249 )
“Sahal bin Abdillah Attusturi berkata: “Ikutlah sultan (penguasa/pemerintah) dalam tujuh hal : dalam mencetak uang dirham dan dinar, takaran dan timbangan, hukum, haji, sholat jum’ah, dua hari raya dan jihad “. (Tafsir Qurthubi, Juz 5, Halaman 249 )
(Keterangan diambil dari kitab Nushushul Akhyar halaman 25 karangan KH. Maimun Zubair, Sarang, Rembang, Jawa tengah.)
Hukum Menggunakan hisab untuk penetapan awal Romadlon dan Syawal
Penetapan hari raya dan awal romadlon, memiliki banyak metode, salah satunya adalah metode Hisab(perhitungan matematis). Menggunakan hisab untuk penetapan awal Romadlon dan Syawal. Dalam hal ini ada dua pendapat,
Pertama, Menurut Imam Nawawy dalam kitab Majmu’, Qoul Ashoh (pendapat yang paling benar) adalah tidak ada kewajiban bagi ahli hisab dan nujum untuk menggunakan penghitungannya tapi boleh bagi keduanya (bukan orang lain) untuk menggunakan penghitu-ngannya namun tidak mencukupi sebagai puasa Romadlon.(Majmu’ Syarh muhadzab, juz 6, H 280)
Kedua, Menurut Syekh Syihabuddin Arromly, anaknya dan Syekh Attoblawy al Kabir, wajib bagi ahli hisab dan nujum menggunakan penghitungannya dan mencukupi sebagai puasa Romadlon, demikian pula bagi orang yang diberi khabar oleh mereka berdua dan dalam hatinya ada dugaan kuat kebenaran ahli hisab dan nujum tersebut.(I’anathutholibin, juz 2, H 217)
refrensi: Kitab Sulanul Futuhat Juz 20