اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ
“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa…”(QS. as-Sajdah: 4), Padahal bila Allah menghendaki alam semesta tercipta hanya dalam waktu sekejap mata, Cukuplah Dia mengatakan, “Kun!”. Maka, “fayakun”. terciptalah dunia seisinya. Tetapi, Allah sengaja menciptakan alam semesta dalam waktu enam masa. Seolah-olah, Dia mengajari mahluk-Nya bahwa segala sesuatu ada prosesnya, ada tahapan, waktu dan masanya.
Setelah semesta tercipta melewati beberapa prosesnya, Allah menciptakan manusia dengan rasa derita menetap dalam diri mereka, apapun dan siapapun manusianya. Karena segala sesuatu mempunyai tahapan dan tingkatan, maka manusia tidak akan meningkat dan bertahap menjadi lebih baik tanpa sebuah proses yang harus di lalui terlebih dahulu. Dan derita lah, proses yang harus di lalui oleh manusia. Bahkan, seandainya Maryam tak merasakan derita saat melahirkan, maka ia tak akan pernah sampai pada pohon sejarah yang penuh berkah:
“Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, Dia berkata: ‘Aduhai, Alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan” (QS. Maryam: 23)
Rasa sakit dan derita di tanggung oleh maryam, memaksanya untuk bersandar pada pohon kurma. Raga Maryam menanggung derita yang amat perih demi lahirnya manusia suci, Isa AS. Seandainya Ia tidak menanggung derita itu, maka tidak akan lahir seorang manusia suci yang kelak kita kenal sebagai Nabi Allah. Dan perempuan yang bernama Maryam itu akan menjadi seorang yang tidak berarti dan dilupakan oleh sejarah.
Dalam sebuah kitab berjudul Fihi Ma Fihi, karya seorang sufi besar tanah rum: Maulana Jalaluddin Rumi, Mengenai derita yang dirasakan Maryam sebagaimana telah dikisahkan wahyu diatas, beliau mengibaratkan: “raga kita bagaikan raga maryam, dan kita semua memiliki seorang Isa di dalam diri kita. Sewaktu kita merasakan sakitnya derita (lalu bersabar melaluinya), maka Isa kita akan lahir. Namun saat rasa sakit tidak kita terima, maka Isa tidak akan lahir dan Ia akan kembali pada asalnya melalui jalan rahasia, membiarkan diri kita hampa tanpa ada yang kita dapatkan darinya”. Selanjutnya, Maulana Jalaluddin Rumi mengutip sebuah sajak:
“Jiwa ruhaniyahmu kelaparan,
sementara raga luarmu kekenyangan.
Setan makan dengan rakus sampai muntah,
Sementara seorang raja bahkan tak memiliki sepotong roti.
Sekarang berobatlah,
karena Isa-mu sedang berada dibumi.
Ketika Isa telah kembali ke langit,
maka semua harapan akan sirna”.
Jelaslah sudah kini, Allah menjadikan rasa derita menimpa manusia sebagai proses agar manusia mencapai tingkatan yang selanjutnya, yang lebih baik dan sempurna. Oleh karenanya, saat derita tiba dihadapan, cara menghadapinya adalah bersandar pada pohon kesabaran. Agar kelak, derita lahir sebagai isa; serta rasa derita itu, tumbuh menjadi pohon kesabaran yang berbuah keberkahan.
Dalam beberapa pengajiannya, Pengasuh pesantren Fathul Ulum, Romo KH. Abdul Hannan Ma’sum, berulang kali beliau mengingatkan para santrinya untuk bersabar menghadapi deritanya mencari ilmu, karena derita sudah pasti menyertai seorang yang sedang dalam keadaan Tholibul Ilmi, dan juga ilmu tidaklah di dapat tanpa kepayahan menyertainya. Oleh sebab itu, derita mencari ilmu haruslah ditanam dan dipupuk dengan kesabaran, agar kelak seorang tholibul ilmi dapat menuai manis buahnya ilmu. Namun jika payahnya mencari ilmu dilewati tanpa kesabaran, maka yang di dapat adalah sisa umur dalam kebodohan. Senada seperti maqolah yang berulang kali Romo KH. Abdul Hannan Ma’sum tuturkan:
من لم يصبر على ذل التعلم بقى عمره في عماية الجهالة
ومن صبر عليه آل أمره إلى عزالآخرة والدنيا
“Siapa yang tidak bersabar akan payah(derita)nya mencari ilmu, tetaplah sisa umurnya dalam kebodohan. Dan siapa yang bersabar terhadapnya, maka ia akan sampai pada kemulyaan akhirat dan dunia”.
Cobaan tak lain datang dari-Nya. semoga kesabaran menghadapi segala derita diberikan oleh Dia, Dzat Yang Maha Memberi Kesabaran.
Waallahua’lam…
(Dor)