KWAGEAN

SHALAT JAMA’ & QHASAR

                      Alhamdulillah kamis malam jum’at 16 Februari kemarin Majelis Musyawarah Fathul Falah dan Jam’iyah Tarbiyatul Mubtadi’in telah selesai mengelar seminar Ubudiyah bersama, Yang biasanya pada malam Jum’at MAJROH (Majelis Musyawarah) dan JTM (Jam’iyah Tarbiyatul Mubtadi’in) mengadakan acara sendiri-sendiri, namun malam jum’at pekan ini kedua anak didik Pesantren Fathul Ulum ini mengadakan acara bersama dengan tema Shalat Jama’ & Qhasar, dengan narasumber Agus Muhib Thahari dari Ringin Agung.

            Para pesertanya tak lain dari kalangan santri Tarbiyah dan Kilatan, seminar digelar dalam Masjid al-Arif Kwagean.

            Ada sebuah info yang belum terkuak secara detil kebenarannya, bahwa Jam’iyah Tarbiyatul Mubtadi’in akan mengadakan seminar lagi pada tanggal 10 Maret, dengan tema membedah Tafsir Quran & Hadits. Dan setelah Tim Kaiffa mencari informasi langsung dengan bertanya kepada pengurusnya, dan ternyata berita tersebut memang benar, bahwa akan diadakannya seminar tersebut yang insya allah akan digelar pada;

Hari/ Tanggal ;     Jum’at/10 maret 2017.

Tempat             ;    Masjid al-Arif Kwagean.

Tema                :     Membedah Tafsir al-Quran & Hadits.

Dengan narasumber KH Agus Baha’udin Nur Salim dari Rembang.

Untuk itu kami memberikan informasi ini kepada seluruh umat Muslim umumnya, dan masyarakat sekitar khususnya diharap kehadirannya dalam seminar tersebut. Merupakan suatu kebanggaan bagi Pesantren kami bila dihadiri oleh Khalayak ramai dengan tujuan mencari ilmu, baik dari kalangan Santri maupun masyarakat umum.

Dan untuk materi Shalat Jama’ Qhasar Jum’at kemarin seperti berikut;

 

SHOLAT JAMA’ & QOSHOR

  1. SHOLAT JAMA’
    1. PENGERTIAN SHOLAT JAMA’

Sholat jama’ adalah mengumpulkan dua sholat dalam satu waktu, baik dilakukan pada waktu sholat pertama ( Jama’ Taqdim ) maupun dilakukan pada waktu sholat kedua ( Jama’ Ta’khir ) dengan sayarat-syarat tertentu. Sholat yang boleh dijama’ adalah sholat Dhuhur dan ‘Ashar, Maghrib dan ‘Isya’. Sholat jum’at itu sama dengan sholat dhuhur di dalam jama’ taqdim saja. Jadi boleh dijama’ taqdim dengan ‘ashar tidak boleh dijama’ ta’khir.

  1. DASAR HUKUM SHOLAT JAMA’

رُوِىَ عَنْ مُعَاذٍ قَالَ خَرَجْناَ مَعَ رَسُولِ اللهِ rعَامَ تَابُوكَ وَكَانَ يَجْمَعُ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالعَصْرِ وَالمَغْرِبِ وَالعِشَاءِ.

  1. SEBAB-SEBAB DIPERBOLEHKAN JAMA’ DAN QOSHOR

Sebenernya ada banyak hal yang menjadikan seseorang bisa mendapatkan keringanan jama’ dan qoshor, namun yang akan kita bahas kali ini adalah hal yang sering dilakukan seseorang. Hal tersebut adalah safarul qoshr (melakukan bepergian atau perjalanan jauh) artinya orang tersebut bisa mendapatkan keringanan jama’ dan qoshor apabila dia sedang melakukan perjalanan yang jauh.

Menurut fiqh, kriteria atu batasan seseorang bisa dianggap melakukan perjalanan ada 2 (dua) :

Sedangkan batas akhir ia dianggap telah selesai melakukan perjalanan (sehingga habis pula keringanan qoshor atau jama’) adalah ketika ia pulang dan telah melewati batas-batas diatas atau sampai ditempat tujuan yang telah dia niati untuk di jadikan tempat mukim[1].

  1. JARAK PERJALANAN

Adapun kriteria masafah al-qoshr (perjalanan jauh) yang diperbolehkan untuk jama’ dan qoshor adalah jarak tempuh yang menurut fiqh telah dianggap jauh. Pada zaman dahulu ketika alat transportasi masih sangat sederhana, ukuran masafah al-qoshr adalah 2 marhalah , 16 farsakh, 4 barid atau perjalan 2 hari. Ukuran tersebut ketika dikonversi menjadi ukuran kilometer, terdapat beberapa versi pendapat dari ulama’ :

  1. Niat jama’ taqdim dilakukan ketika melakukan sholat yang pertama.
  2. Berurutan (tertib) yakni memulai dengan sholat yang ada di waktu pertama (melaksanakan sholat dzuhur sebelum sholat ashar, sholat maghrib sebelum sholat isya’).
  3. Muwalah (continue) artinya segera melaksanakan sholat kedua setelah selesai dari sholat yang pertama, tidak menundanya dengan senggang waktu yang cukup untuk mengerjakan sholat dua roka’at yang ringan (tidak terlalu banyak membaca dzikir-dzikir yang disunnahkan dalam sholat) dengan tempo sedang.
  4. Masih berstatus musafir ketika melakukan sholat pertama sampai masuk takbirotul ihrom sholat kedua, meskipun ditengah sholat yang kedua safarnya sudah habis (misalnya sholatnya orang dikendaraan). Lain halnya ketika takbirotul ihrom sholat yang kedua safarnya sudah habis maka jama’nya batal, karena sebab yang memperbolehkan jama’ sudah hilang.
  5. Kedua sholat harus dilakukan pada waktu sholat pertama.
    • Teknis Niat Sholat Jama’ Taqdim :
  6. Jika niat jama’ dibarengkan dengan takbirotul ihrom maka lafadz niatnya sebagai berikut :
    • Jama’ Taqdim Dzuhur Dengan Ashar

أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِ مَجْمُوعًا بِاْلعَصْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

Atau dengan lafazd niat sebagai berikut :

أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِ مَجْمُوعًا مَعَ اْلعَصْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعَصْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

أُصَلِّي فَرْضَ اْلمَغْرِبِ مَجْمُوعًا مَعَ اْلعِشَاءُ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

Atau dengan lafazd niat sebagai berikut :

أُصَلِّي فَرْضَ اْلمَغْرِبِ مَجْمُوعًا بِاْلعِشَاءِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى .

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعِشَاءِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

  1. Jika niat jama’ tidak dibarengkan dengan takbirotul ihrom maka niat sholat dzuhur sebagaimana biasa tanpa menambahkan niat jama, lantas didalam sholat dzuhur ini hatinya berniat (mensiratkan niat) untuk menjama’ taqdim, sebagaimana berikut:

نَوَيْتُ تَقْدِيْمَ العَصر إلى الظُّهْرِ ِلأَجْمَعَ بَيْنَهُمَا

Artinya : Saya beniat mengajukan sholat ‘ashr kepada dzuhur karna saya jama’ keduanya. (jawa : niat ingsun ngajukake sholat ‘ashr marang dzuhur kerono ingsun jama’ karune).

   Kemudian sholat ‘ashr dan niatnya sebagaimana biasa tanpa menambahkan niat jama.

begitu pula tata cara menjalankan jama’ taqdim untuk sholat maghrib dan sholat ‘isya’.

  1. SYARAT-SYARAT JAMA’ TA’KHIR
  1. Niat jama’. Artinya berniat mengakhirkan sholat yang awal (Dzuhur/Maghrib) untuk dikerjakan secara jama’ di waktu sholat yang kedua (‘Ashr/’Isya’). Dan niat ini berada di dalam waktunya sholat yang awal.
  2. Masih berstatus musafir sampai sempurnanya sholat yang kedua.
    • Teknis Niat Sholat Jama’ Ta’khir :
      • Jama’ ta’khir dzuhur dengan ashar

Apabila sudah masuk waktu sholat Dzuhur/Maghrib berniatlah untuk menjama’ ta’khir dengan ‘Ashr/’Isya’, artinya berniat menunda pelaksanaan sholat Dzuhur/Maghrib untuk dikerjakan di dalam waktunya sholat ‘Ashr/’Isya’secara jama’. Lafazd niatnya seperti ini:

نَوَيْتُ تَأْخِيْرَ الظُّهْرِ اِلَى اْلعَصْرِ ِلأَجْمَعَ بَيْنَهُمَا

Artinya : Saya berniat mengakhirkan sholat Dzuhur pada ‘Ashr untuk saya jama’ kedua duanya. (jawa : Niat ingsun ngakhiraken sholat dzuhur marang ‘ashr kerono ingsun jama’ karo karone).

نَوَيْتُ تَأْخِيْرَ المغربِ اِلَى اْلعَشاء ِلأَجْمَعَ بَيْنَهُمَا

Artinya : Saya berniat mengakhirkan sholat Maghrib pada ‘Isya’ untuk saya jama’ kedua duanya. (jawa : Niat ingsun ngakhiraken sholat Maghrib marang ‘Isya’ kerono ingsun jama’ karo karone).

Kemudian ketika masuk waktu ashar, kerjakanlah sholat dzuhur dan ashar secara ada’ dan sunnah mendahulukan sholat Dzuhur sebelum mengerjakan sholat ‘Ashr.[5] Niat sholat dzuhur sebagaimana biasa tanpa menambahkan niat jama’ seperti :

أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

Kemudian sholat ‘Ashr dengan niat sebagaimana biasa tanpa menambahkan niat jama’ seperti :

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعَصْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

Demikian ini sudah cukup, atau menambahkan niat jama’ lagi ketika sholat dzuhur bersamaan dengan takbirotul ihrom agar memperoleh kesunnahan, seperti :

أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِ مَجْمُوعًا بِاْلعَصْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

Sedangkan Niat sholat ‘ashar sebagaimana biasa tanpa menambahkan niat jama’ seperti :

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعَصْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

  1. SUNNAH ROWATIB PADA SHOLAT JAMA’

Tata cara yang paling utama untuk sholat rotibahnya sholat jama’ adalah sebagai berikut :[6]

  1. Untuk jama’ dhuhur dan ‘ashar :
    1. Sholat sunnah qobliyyah dhuhur.
    2. Kemudian sholat dhuhur dan ‘ashar.
    3. Kemudian sholat sunnah ba’diyyah dhuhur dan sholat sunnah ‘ashar.

Catatan :

  1. SHOLAT QOSHR.
    1. PENGERTIAN QOSHR

Qoshr adalah memendekkan sholat fardlu yang empat raka’at yakni Dhuhur, ‘Ashar dan ‘Isya’ menjadi dua raka’at dengan syarat-syarat tertentu. Sholat yang boleh di qoshr hanyalah sholat yang jumlahnya empat raka’at. Jadi sholat yang fardlu yang tidak empat roka’at (Maghrib dan Shubuh) tidak dapat diqoshr.

  1. DASAR HUKUM QOSHOR

Sedangkan untuk qoshor sebelum ada ijma’ dasar hukumnya adalah firman Allah Swt :

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي اْلأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاَةِ.

Dan menurut al-imam Ibnu al-Atsir sholat qoshr disyari’atkan pada tahun ke empat hijriyah. Tetapi menurut al-imam Ad-daulabi adalah pada tahun kedua hijriyah. [7]

  1. HUKUM MEMENDEKKAN (QOSHR) SHOLAT

Hukum mengqoshr sholat dapat dibedakan sebagai berikut :

  1. Jawaz (boleh) apabila perjalanan yang akan ditempuh mencapai minimal 2 marhalah atau 16 farsakh dan perjalananya belum mencapai 3 marhalah.
  2. Afdlol (lebih utama) jika perjalananya sudah mencapai 3 marhalah. Namun bagi mereka yang selalu bepergian baik di darat atau di laut, baik mempunyai tempat tinggal atau tidak, meskipun perjalananya sudah mencapai 3 marhalah mereka semua lebih utama (afdhol) tidak melakukan qoshr. [8]
  3. Wajib apabila perjalanan sudah mencapai jarak diperbolehkan qoshr dan ia menunda sholat dhuhur atau maghrib untuk dijama’ ta’khir dengan ‘ashar atau ‘isya’ dan ia tidak bersegera melakukan sholat hingga sisa waktu sholat yang kedua (‘ashar atau ‘isya’)
    hanya cukup untuk digunakan menunaikan sholat empat roka’at. [9]
  1. SYARAT-SYARAT QOSHR
    1. Musafir bukan orang yang durhaka dengan perjalanannya dan bepergiannya. Artinya bebergiannya bukan untuk kema’shiyatan seperti pergi untuk menonton konser music yang diharamkan, pergi untuk merampok. Dan bepergiaannya tidak terhukumi ma’shiyat seperti perginya si perempuan tanpa ditemani oleh suami atau mahromnya meskipun untuk ziaroh wali songo misalnya.[10]
    2. Bepergiannya untuk tujuan yang benar baik yang bersifat agama atupun duniawi, yakni perjalanan yang mubah atau tidak haram, baik yang bernilai kerta’atan seperti pergi hajji, ziaroh kubur maupun selain perjalanan keta’atan seperti pergi berniaga.
    3. Jarak yang akan ditempuh sudah mencapai perjalanan qoshr sebagai mana keterangan diatas.
    4. Sholat yang diqoshr adalah sholat fardlu yang empat roka’at, baik sholat ada’ (sholat yang dikerjakan pada waktunya) atau sholat qodlo’ yang terjadi dalam perjalanan yang diperbolehkan qoshr.
    5. Niat qoshor pada waktu takbirotul ihrom.
    6. Tidak berma’mum pada orang yang menyempurnakan sholatnya 4 rokaat atau kepada orang yang tidak diketahui status musafirnya. Jika dia berma’mum kepada orang yang menyempurnakan sholatnya 4 rokaat meskipun hanya dalam sebagian dari sholatnya, seperti dia menemukan imam tersebut pada rokaat terakhir, maka sah sholatnya namun dia berkewajiban untuk menyempurnakan sholatnya 4 rokaat meskipun tadi ketika takbirotul ihrom ia berniat qoshr dan mengetahui bahwa imamnya adalah orang yang menyempurnakan sholat 4 rokaat. Adapun orang yang menyempurnakan sholatnya 4 rokaat yang berma’mum kepada orang yang melakukannya secara Qoshr maka menurut ijma’ ulama’ adalah sah dan imam tersebut tidak berkewajiban menyempurnakan 4 rokaat.
    7. Masih berstatus musafir ketika sholat.[11]
    8. Tempat tujuan musafir meskipun hanya arahnya saja harus maklum jaraknya sejak awwal bepergian. Artinya dia tahu bahwa tempat tujuan berjarak dua marhalah atau lebih, baik tujuan tersebut tertentu seprti desa A , maupun tidak tertentu seperti Sumatra.
    9. Meninggalkan sesuatu yang bertentangan dengan niat Qoshr selama ia dalam sholat.
    10. Mengetahui hukum kebolehan sholat Qohsr, jadi orang yang melakukan sholat qoshr seraya ia tidak mengetahui akan kebolehannya maka tidak sah, karena dianggap mempermainkan terhadap ibadah.
    11. Mengetahui tata cara sholat Qoshr.
    12. Melewati tempat pemukimannya (محل إقامته) dan sampai pada suatu tempat yang disitu ia dianggap sebagai seorang musafir.
  2. TEKNIS DAN TATA CARA SHOLAT QOSHOR

Tata cara sholatnya sama dengan sholat-sholat yang lain, yang membedakan hanyalah niatnya. Inilah beberapa lafazh niat sholat Qoshr.

أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِ قَصْرًا مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِ مَقْصُوْرًا مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِ صَلاَةَ السَّفَرِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعَصْرِ قَصْرًا مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعَصْرِ مَقْصُوْرًا مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعَصْرِصَلاَةَ السَّفَرِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعِشَاءِ قَصْرًا مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعِشَاءِ مَقْصُوْرًا مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعِشَاءِ صَلاَةَ السَّفَرِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

 

  1. TEKNIS NIAT SHOLAT JAMA’ TAQDIM DAN QOSHOR
    • Jama’ taqdim dzuhur dan ashar dengan cara qoshor

       Apabila niat jama’ bersamaan dengan takbirotul ihrom maka niat jama’ Qoshrnya seperni ini:

أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِ مَجْمُوعًا بِاْلعَصْرِ رَكَعَتين مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ أَدَاءً مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ/قَصْرًا مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ أَدَاءً مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

       Apabila niat jama’ tidak bersamaan dengan takbirotul ihrom maka niat jama’ Qoshrnya seperti ini:

أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِ رَكَعَتين مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ أَدَاءً مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

       Lantas di dalam sholat dzuhur ini hatinya mensiratkan niat untuk menjama’ taqdim Sholat Ashar, sebagaimana berikut:

نَوَيْتُ تَقْدِيْمَ العَصْرِ إِلَى الظُّهْرِ ِلأَجْمَعَ بَيْنَهُمَا

أصَلِّي فَرْضَ اْلعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ/قَصْرًا مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ أَدَاءً مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

       Apabila niat jama’ bersamaan dengan takbirotul ihrom maka niat sholat Maghrib seperni ini:

أُصَلِّي فَرْضَ اْلمَغْرِبِ مجموعا بالعِشَاءُ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ/قَصْرًا مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

       Apabila niat jama’ tidak bersamaan dengan takbirotul ihrom maka niat sholat maghrib seperti ini:

أُصَلِّي فَرْضَ اْلمَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ أَدَاءً مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

       Lantas di dalam sholat Maghrib ini hatinya mensiratkan niat untuk menjama’ taqdim sholat Isya’, sebagaimana berikut:

نَوَيْتُ تَقْدِيْمَ اْلعِشَاءِ إِلَى الْمَغْرِبِ ِلأَجْمَعَ بَيْنَهُمَا

أصَلِّي فَرْضَ اْلعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ/قَصْرًا مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ أَدَاءً مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

  1. TEKNIS NIAT SHOLAT JAMA’ TA’KHIR DENGAN QOSHOR
    • Jama’ ta’khir dzuhur dan ‘ashar dengan cara qoshor

       Di saat masuk waktu dzuhur, niatlah untuk menjama’ ta’khir sholat Dhuhur dengan Ashar, lafadznya seperti ini:

نَوَيْتُ تَأْخِيْرَ الظُّهْرِ اِلَى اْلعَصْرِ ِلأَجْمَعَ بَيْنَهُمَا

Kemudian di saat masuk waktu ‘ashar, laksanakan sholat dzuhur dan ashar

Niat sholat dzuhur sebagaimana biasa tanpa menambahkan niat jama’ seperti :

أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِ قَصْرًا مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ أَدَاءً مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى

Kemudian sholat ‘Ashr dengan niat sebagaimana biasa tanpa menambahkan niat jama’ seperti :

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

Demikian ini sudah cukup, atau menambahkan niat jama’ lagi ketika sholat dzuhur bersamaan dengan takbirotul ihrom agar memperoleh kesunnahan, seperti :

أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِ مَجْمُوعًا بِاْلعَصْرِ كْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

Sedangkan Niat sholat ‘ashar sebagaimana biasa tanpa menambahkan niat jama’ seperti :

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعَصْرِ قَصْرًا مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

Di saat masuk waktu maghrib, niatlah untuk menjama’ ta’khir sholat maghrib dengan Isya’, lafadznya seperti ini:

نَوَيْتُ تَأْخِيْرَ الْمَغْرِبِ اِلَى اْلعِشَاءِ ِلأَجْمَعَ بَيْنَهُمَا

Kemudian di saat masuk waktu Isya’, laksanakan sholat maghrib dan isya’. Niat sholat maghrib sebagaimana biasa tanpa menambahkan niat jama’ seperti :

أُصَلِّي فَرْضَ الْمَغْرِبِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ أَدَاءً مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

Kemudian sholat Isya’ dengan niat sebagaimana biasa tanpa menambahkan niat jama’ seperti :

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعِشَاء ِرَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

Demikian ini sudah cukup, atau menambahkan niat jama’ lagi ketika sholat maghrib bersamaan dengan takbirotul ihrom agar memperoleh kesunnahan, seperti :

أُصَلِّي فَرْضَ الْمَغْرِبِ مَجْمُوعًا بِاْلعِشَاء ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

Sedangkan Niat sholat Isya’ sebagaimana biasa tanpa menambahkan niat jama’ seperti :

أُصَلِّي فَرْضَ العِشَاء قَصْرًا مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

أُصَلِّي فَرْضَ اْلجُمْعَةِ مَجْمُوعًا بالْعَصْرُ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ أداء مَأْمُوْمًا للهِ تَعَالَى.

أُصَلِّي فَرْضَ اْلعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ/قَصْرًا مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالَى.

  1. KESIMPULAN TENTANG NIAT
  1. Niat qoshr harus bersamaan dengan takbirotul ihrom
  2. Jama’ taqdim niatnya di saat sholat yang pertama, boleh –bahkan afdhol-dibarengkan dengan takbirotul ihrom dan boleh tidak dibarengkan, asal masih di dalam sholat pertama tersebut meski bebarengan dengan salam pertama.
  3. Jama’ ta’khir niatnya pada waktu sholat yang pertama ( jawa; ono ing sak jerone waktune sholat kang kawitan )
  4. Jama’ taqdim/ jama’ ta’khir tidak merubah tata cara niat sholat yang kedua ( sholat ashar/isya’ )
    1. BATAS-BATAS SAFAR DALAM SHOLAT JAMA’ DAN QOSHOR
      • Awal safar

Seseorang yang musafir mulai diperbolehkan melakukan sholat jama’ dan qoshor apabila dia sudah disebut bepergian/safar. Batasan seseorang telah disebut bepergian antara lain :

  1. Sudah melewati batas desa (suur).
  2. Bila tidak ada suur atu batas desa, maka awal safarnya dengan melewati bangunan-bangunan pemukiman yang paling akhir.
  3. Bila seseorang tidak mempunyai pemukiman, maka awal safarnya adalah dengan meninggalkan tempat-tempat yang biasa dihuni.

Bila seseorang yang musafir telah berakhir safarnya, maka dia tidak boleh melakukan jama’ ataupun qoshor. Hal ini bisa diketahui dengan ketentuan antara lain :

  1. Musafir sudah sampai pada permulaan safarnya (tempat asal).
  2. Musafir kembali keselain kampung halamannya, sedangkan dia :
    • Tidak mempunyai hajat, dan niat bermukim 4 hari sebelum sampai pada tempat (selain kampung halamannya) tersebut. Dan ketika berniat, dia dalam kondisi berhenti dan bukan termasuk musafir pengikut (musafir mustaqil). Bila musafir tidak berniat mukim, atau niat mukim namun kurang dari 4 hari maka safarnya belum habis ketika sampai pada batas tempat yang dia tuju. Dan habisnya safar dengan mukimnya musafir selama 4 hari selain hari masuk dan hari keluar.
    • Mempunyai hajat dan tidak mempunyai harapan selesai dalam waktu 4 hari.

Musafir yang mempunyai hajat atau kepentingan, dan dia mempunyai harapan bahwa hajat atau keperluan tersebut bisa terpenuhi setiap saat, maka safarnya habis setelah 18 hari.

Wallahu a’lam bi ash-showab

 

[1] Status mukim adalah ketika dia telah menetap di daerah tersebut lebih dari empat hari, atau belum empat hari, namun telah diniati akan menetap lebih dari empat hari.

[2] Dua marhalah menurut kitab Tanwiru al-Qulub sama dengan 80,640 km. Akan tetapi jika mengacu kepada beberapa referensi kitab-kitab ‘ulama dengan berbagai ukuran dan penghitungan secara seksama ternyata dua marhalah sama dengan 138,24 km.

[3] Yang menggunakan redaksi مَجْمُوعًا بِاْلعَصْرِsebagaimana dalam kitab Kasyifatis saja hal 89. Dan yang menggunakan redaksi مَجْمُوعًا مع اْلعَصْرِsebagaimana dalam kitab Anwaril masalik hal 81.

[4] I’anatut tholibin (2/103)

[5] Dalam jama’ ta’khir tidak ada keharusan melaksanakan kedua sholat secara urut, seperti dzuhur dahulu baru ‘ashar. Juga tidak ada keharusan untuk dikerjakan secara continue.

[6] Fathul wahhab (1/73) dan I’anah (2/103).

[7] I’anah At-Tholibin Juz II Hal 105

[8] Raudloh Al-Tholibin Juz I Hal 389. I’anatut Tholibin Juz II Hal. 98.

[9] Nihayatul Muhtaj Juz II Hal. 272. I’anatut Tholibin Juz II Hal. 98

[10] Sebab qoshor merupakan rukhsoh (dispensasi syari’at), sehingga pelaksanaannya tidak diperbolehkan dikaitkan dengan tindak kemaksiatan, sesuai dengan qo’idah fiqh : “rukhsoh tidak bisa dikaitkan dengan tindak kemaksiatan”. Musafir yang tergolong maksiat ada tiga :

  1. العاصى بالسفر, yakni seseorang yang melakukan perjalanan dengan tujuan untuk melakukan tindak kemaksiatan, seperti untuk menebar teror, mencuri dll. Musafir dengan tujuan seperti ini, tidak diperkenankan melakukan qoshor, kecuali apabila ditengah perjalanan dia bertaubat dan merubah niatnya dengan yang baik, sedangkan sisa perjalanan yang akan ditempuhnya tidak kurang dari 2 marhalah, sebab perjalanan yang dia lakukan setelah bertaubat terhitung perjalanan baik.
  2. العاصى بالسفر فى السفر, yakni seseorang yang melakukan perjalanan dengan tujuan baik, semisal untuk bersilaturohmi, berdagang dll namun ditengah perjalanan dia merubah niatnya menjadi maksiat. Musafir seperti ini juga tidak diperbolehkan mengqoshor sholat kecuali apabila dia bertaubat dan merubah kembali niatnya menjadi sesuatu yang baik, meskipun sisa perjalanannya kurang dari 2 marhalah.
  3. العاصى فى السفر, yakni seseorang yang melakukan perjalanan dengan tujuan yang baik, namun diperjalanan dia melakukan tindakan-tindakan maksiat (tanpa merubah niat awal).

Musafir seperti ini tetap diperbolehkan mengqoshor sholat.

[11] Oleh karena itu, bila ditengah-tengah sholat dia mengukuhkan dirinya untuk mukim di daerah tersebut, maka sholatnya harus itmam (disempurnakan).

[12] Hasyiyah Al Bajuri Juz I Hal. 206 (Daar Al-Ihya’ Al-Kitab Al-‘Arobiyah Indonesia)

[13] Fathul Mu’in bihaamisy I’anah At-Tholibin Juz II Hal. 102