KWAGEAN

SHOLAT JUM’AH

        Majlis Musyawarah Pondok Putra Fathul Ulum malam jum’at 12 Rabiul Awal kembali mengadakan Bimbingan Ubudiyah, dan materi pembahasannya ialah mengenai tata cara shalat Jum’at, kali ini peserta hanyalah melibatkan santri kilatan saja, sedangkan santri Tarbiyah mempunyai acara rutinan tersendiri, yakni Diba’iyah gabungan yang bertempat di Gedung Putih lantai bawah, sedangkan acara Bimbingan Ubudiyah digelar di dalam masjid al-Arif lantai bawah, kedua acara ini berlangsung serempak dan sama meriahnya.

dan sebagai tutor Bimbingan Ubudiyah Shalat Jum’at ini adalah Kyai Hafidz Ghazali dari Pon-Pes Mahir ar-Riyadh Ringin Agung

dan untuk materi (makalah)nya sebagai berikut: ……

  1. Sholat Jum’ah dan Hukumnya

Sholat Jum’ah adalah sholat dua roka’at yang dikerjakan secara berjama’ah sesudah melaksanakan dua khuthbah di dalam waktunya Sholat Dzuhur pada hari Jum’ah. Dan menurut qoul jadiid Sholat Jum’ah bukanlah Sholat Dzuhur yang diringkas.

Sholat jum’ah hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap muslim yang memenuhi syarat wajib sholat Jum’ah dan tidak sedang dalam udzur (insyaalloh akan dijelaskan dibelakang).

  1. Syarat Wajibnya Sholat Jum’ah
  2. Islam
  3. Baligh
  4. Berakal
  5. Laki-laki
  6. Merdeka
  7. Sehat
  8. Bermukim
  9. Syarat Sah Mendirikan Sholat Jum’ah
  10. Dilaksanakan di dalam waktu sholat dzuhur.
  11. Dilaksanakan di lokasi yang masih termasuk Baladul Jum’ah walaupun itu di tanah kosong dan tidak bersambung (Muttashil) dengan pemukiman penduduk, karena Ittiba’.
  12. Dilaksanakan dengan cara berjama’ah pada roka’at yang pertama.
  13. Orang yang melaksanakan jama’ah sholat jum’ah harus berjumlah minimal 40 orang yang Mustauthinin (penduduk daerah sholat jum’ah tersebut), yang berkewajiban menunaikan sholat jum’ah sebagaimana tersebut di atas.
  14. Didahului 2 khutbah yang dilaksanakan setelah tergelincirnya matahari besertaan dengan rukun-rukun khutbah.
  15. Tidak mendahului atau bersamaan dengan pembacaan harf Ra’ takbirotul ihromnya imam sholat jum’ah lain yang dilaksanakan di balad (kampung) tersebut.
  16. Dalam Sholat Jum’ah, manusia terbagi 6 kelompok :
  17. Berkewajiban, mengesahkan dan sah sholat jum’ahnya, yaitu: orang yang telah memenuhi syarat sahnya jum’ah.
  18. Berkewajiban, tidak mengesahkan sholat jum’ah dan sah sholat jum’ahnya, yaitu: orang yang menetap tapi tidak mewarga(مقيم غيرمتوطن) dan orang yang mendengar adzan jum’ah sedangkan ia di luar daerah/kampung sholat jum’ah didirikan.
  19. Berkewajiban, tidak mengesahkan sholat jum’ah dan tidak sah sholat jum’ah nya, yaitu: orang murtad.
  20. Tidak berkewajiban, tidak mengesahkan sholat jum’ah dan tidak sah sholat jum’ahnya, yaitu: orang kafir ashli dan orang yang belum tamyiz (anak laki-laki yang belum baligh, orang gila, orang ayan dan orang mabuk yang tidak ada unsur kesengajaan).
  21. Tidak berkewajiban, tidak mengesahkan sholat jum’ah dan sah sholat jum’ahnya, yaitu: anak-anak yang sudah tamyiz, budak, selain kaum lelaki dan musafir.

Tidak berkewajiban, mengesahkan sholat jum’ah dan sah sholat jum’ahnya, yaitu: orang sakit atau sesamanya, maksudnya: orang yang telah memenuhi syarat sahnya jum’ah, namun sedang sakit dan mengalami udzur yang menjadi rukhsoh untuk meninggalkan sholat jum’ah.

KHUTHBAH JUM’AH

Dua khuthbah Jum’ah mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena merupakan salah satu dari syarat sah sholat Jum’ah.

            DuakhuthbahJum’ahitumempunyairukun, syarat, kesunnahan, kemakruhansebagaimanatersebut di bawahini.

  1. Rukun Dua Khuthbah

Rukun dua khuthbah ada lima, yaitu:

  1. MemujiAllohTa’ala/Membaca hamdalah pada dua khuthbah.

Lafadz pujian harus terdiri dari materi “حمد“ walaupun lafadz tersebut bukan mashdar. Sebagaimana keharusan mengunakan lafadz jalaalah (الله). Artinya: tidak sah jika menggunakan materi selain“حمد”seperti lafadz الشكرatauالثناء,begitu juga tidak sah jika menggunakan selain lafadz jalaalah seperti الرحمنdan sesamanya.

الحمدلله        : Segala puji bagi Allah.

أنا حامد لله      : Saya memuji Allah.

أحمد الله        : Saya memuji Allah

لله الحمد        : Bagi Alloh Segala Puji

الله احمد                      : Hanya kepada Alloh aku memuji

الشكر لله       : Segala syukur bagi Allah

الثناء لله        : Segala puji bagi Allah

الحمد للرحمن             : Segala puji bagi Dzat Yang Maha Pengasih

  1. Membaca sholawat kepada Nabi SAW pada dua khutbah.

Materi bacaan sholawat juga harus menggunakan kata-kata الصلاةatau yang musytaqq darinya serta menggunakan nama terang (isim dzohir) dari nama Nabi SAW. Apabila menggunakan selain lafadz tersebut atau menggunakan kata ganti orang (isim dhomir) meskipun sudah ada marji’nya dalam susunan kalimat sebelumnya maka tidak dianggap sah/mencukupi. ContohsholawatNabi yang mencukupi :

Contoh yang tidak mencukupi:

اللهم ارحم محمدا      :Ya Alloh, semoga Engkau memberikan rohmat kepada Nabi Muhammad SAW.

اللهم سلم على محمد  : Ya Alloh, semoga Engkau memberikan keselamatan kepada Nabi Muhammad SAW.

  1. Berwasiat agar taqwa kepada Alllah SWTdi dua khutbah.

Untuk rukun yang ketiga ini, tidak disyaratkan menggunakan lafadh tertentu sebagaimana dalam membaca hamdalah dan shalawat Nabi. Sebaliknya, cukup dengan lafadh yang bisa memberikan motifasi dan dorongan untuk taat kepada Allah SWT atau dorongan untuk tidak berbuat maksiat, karena hal itulah yang menjadi maksud dan tujuan dari khuthbah.

Contoh:

أطيعوا الله         : “Taatlah kalian semua pada Allah”

إتقوا الله           : “Bertaqwalah kalian semua pada Allah”

احذروا عقابَ الله  : “Takutlah kalian semua pada siksa Allah”

Oleh karena itu, tidaklah cukup hanya dengan:

  1. Men-tahdzir (menakut-nakuti) dari bujukan duniawi.
  2. Menuturkan kematian dan yang terkait dengannya.

karena duahal tersebut sangatlahmaklum (sudahbiasa, red) bagiumat Islam, bahkanbagi orang kafir.

  1. Membaca ayat Al-Qur’andi dalamsalah satu dari dua khuthbah.

Ayat tersebut ayat yang memberikan kefahaman arti tujuan khuthbah (الوعظ) semisal ayat yang menerangkan : janji Alloh, ancaman Alloh, nasihat, hukum dan kisah.

Makatidakdianggapmencukupisemisalayat: ثم نظرkarena tidak memberikan kefahaman hal di atas.

  1. Membacado’a untuk orang-orang Mukmin (Mu’minun) pada khuthbah kedua.

Do’a yang dimaksud adalah do’a ukhrowi. Contoh : اللهم اغفر للمؤمنين

  1. Syarat-Syarat Dua Khuthbah

Syarat–syarat dua khuthbah ada 10:

  1. Rukun dua khuthbah dibaca dalam waktu Shalat Dzuhur. Apabila dilaksanakan sebelum masuknya waktu Shalat Dzuhur, maka tidak sah.
  2. Rukun dua khutbah menggunakan bahasa arab.
  3. Dua khutbah & rukun-rukunnya dilaksanakan secara terus menerus(موالاة).

Maksudnya adalah:

  1. Dua khutbah dan Shalat Jum’ah dilaksanakan secara terus-menerus(موالاة).

Maksudnya adalah tidak boleh memisah antara khuthbah dan Shalat dengan pemisah yang dianggap lama oleh ‘urf.

Pemisah (Fashil) yang lama dalam permasalahan ini tidak jauh berbeda dengan yang ada dalam permasalahanjama’ taqdiim, yaitu batas minimal sah mengerjakan shalat dua raka’at[1].

Memanjangkan khuthbah sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan khotib dengan menggunakan bahasa selain Arab disela-sela rukun adalah bisa memutuskanmuwaalah antara rukun satu dengan rukun yang lain, yang merupakan salah satu dari syarat sah khutbah. sebagaimana tertulis dalam kitab Al-Qolyubi Juz 1 halaman 281.

القليوبى ج:1 ص : 281

(قَوْلُهُ اشْتِرَاطُ الْمُوَالاَةِ) أىْ بَيْنَ أَرْكَانِ الْخُطْبَتَيْنِ وَبَيْنَهُمَا وَكَذَا بَيْنَهُمَا وَبَيْنَ الصَّلَاةِ الى ان قال …. وَضَبَطَهَا الرَّافِعِىُّ بِمَا بَيْنَ صَلَاتَىِ الْجَمْعِ كَمَا تَقَدَّمَ عَنْهُ وَلاَ يَضُرُّ الْوَعْظُ بَيْنَ الْأَرْكَانِ وَإِنْ طَالَ عُرْفًا إلَّا إنْ طَالَ بِغَيْرِ الْعَرَبِيَّةِ كَالسُّكُوْتِ الطَّوِيْلِ .

  1. Dua khuthbah dilaksanakan dengan cara berdiri.

Apabila si Khothiib tidak mampu berdiri, maka supaya khuthbah dengan duduk, lalu dengan tidur miring seperti halnya dalam permasalahan shalat. Dan sah bila ia menjadi Imam walaupun ia tidak berkata “Saya tidak mampu berdiri”, Karena secara Dzohir ia melakukan hal tersebut memang karena ketidakmampuannya. Namun yang lebih utama baginya untuk mencari ganti[2].

  1. Khothib harus suci dari hadats besar dan kecil serta dari najis yang tidak ditoleransi (غير معفو عنه), baik badan, pakaian maupun tempat berkhuthbah. Adapun najis yang ditoleransi (seperti: darah nyamuk) maka tidak berbahaya.

Selain itu, juga disyaratkan sucinya setiap sesuatu yang bertemu (Ittishol) dengan khothib, semisal: tongkat yang dipegang si Khothib.

  1. Menutup aurat[3].
  2. Memperdengarkan rukun-rukun dua khutbah kepada 39 orang yang menjadikan keabsahan mendirikanJum’ah.

Hal ini dilaksanakan dengan cara si Khothib sewaktu melaksanakan rukun-rukun khuthbah harus melantangkan suaranya sehingga bisa didengar oleh ke 39 orang tersebut secara nyata ( بالفعل) menurut Al-Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitamiyatau cukup dengan bil Quwwahmenurut Imam Ar Ramli yang mengikuti jejak ayahnya.

Maksud dari “السماع بالقوة”adalah : sewaktu khotib mengeraskan suaranya dan sekira 39 orang tersebut memperhatikan serta fokus pada apa yang disampaikan oleh si Khotiib atau sekira tidak ada suara bising pasti mereka bisa mendengarnya.

Bermula dari dua pendapat yang berbeda ini, terjadi perbedaan hukum sewaktu ada “perkara” yang menghalangi ke 39 orang tersebut untuk mendengar suara Khothib. Menurut pendapat pertama (Al-Syaikh Ibnu Hajar), hal tersebut jelas membuat tidak sahnya khuthbah. Sedangkan menurut pendapat kedua (Imam Al-Romli), hal tersebut bukanlah termasuk yang menghalangi keabsahan khuthbah.

Namun dari dua pendapat ini, yang mu’tamadsebagaimana yang tercantum dalam redaksi kitab Fathil Mu’in– adalah pendapat pertama (Al-SyaikhIbnuHajar)[4].

  1. Duduk di antara dua khutbah disertai Thuma’ninah sebagaimana Thuma’ninah dalam Shalat[5].

Bila Khothib tidak duduk diantara dua khuthbah, maka dua khutbahnya dihitung satu. Berikutnya dia harus duduk dengan thuma’ninah lalu berdiri untuk berkhuthbah satu kali lagi sebagai khuthbah yang kedua [6].

Masa duduk diantara dua khuthbah disunnahkan seukuran waktu yang muat untuk membaca surat Al Ikhlas sekaligus dia disunnahkan membacanya.

  1. Orang yang berkhuthbah (khothib) adalah Laki-laki.
    1. Sunnah-Sunnah Khuthbah

Selain syarat dan rukun yang telah tertutur di depan, khuthbah juga mempunyai beberapa kesunnahan, diantaranya adalah:

  1. Khothib (orang yang berkhuthbah) mengucapkan salam kepada para jama’ah ketika akan masuk Masjid, karena Ittiba’[7].
  2. Khuthbah dilaksanakan di atas Mimbar, lil Ittiba’ (karena mengikuti ajaran Rasulullah) atau di tempat yang agak tinggi. Seandainya tidak ada mimbar atau tempat yang agak tinggi, maka Khothib dianjurkan untuk bersandar pada tiang atau lainnya.
  3. Mentartibkan rukun–rukun khuthbah. Artinya:dalam berkhuthbah si Khothib membaca Hamdalah, Sholawat Nabi, Berwasiat, membaca ayat Al-Qur’an, baru kemudian berdo’a.
  4. Posisi mimbar diletakkan di sebelah kanan Mihrab (tempat sholatnya Imam).
  5. Khothib mengucapkan salam kepada orang yang berada di dekat mimbar. Hal ini dilakukan ketika ia sudah berada di dekat mimbar dan sebelum naik ke atas mimbar.
  6. Ketika khotib sudah berada di atas mimbar (sampai di tempat dia berkhuthbah) supaya langsung menghadap para jama’ah lalu mengucapkan salam.
  7. Setelah Khothib mengucapkan salam maka disunnahkan baginya untuk duduk, hal ini dilakukan agar khothib beristirahat setelah ia naik ke atas mimbar.
  8. Disunnahkan setelah Khothib duduk, untuk diadzani di depannya. Dan yang lebih utama (Al-Aula) yang meng’adzani adalah tunggal.
  9. Khutbah dengan menghadap kehadirin dan membelakangi Qiblat.
  10. Mengeraskan suara melebihi kerasnya suara yang wajib didengar oleh orang yang menjadi syarat sahnya Sholat Jum’ah, lil Ittiba’ (karena mengikuti ajaran Rasulullah SAW.).
  11. Ketika berkhuthbah, Khothib tidak menoleh ke kanan dan kiri atau belakang.
  12. Tangan kiri Khothib memegang tongkat atau pedang atau yang lain. Dan tangan kanannya memegang mimbar apabila mimbarnya tidak terkena najis.
  13. Khothib mempercepat langkahnya ketika turun dari mimbar setelah khuthbah, sekira sampai di Mihrob bersamaan dengan selesainya
  14. Khutbah berupa kalam baligh dan mafhum (yang benar, bagus dan mudah difaham). Yang dimaksud dengan Khuthbah Baliighoh adalah khuthbah yang terdiri dari kalam yang fashih dan sesuai dengan situasi dan kondisi.
  15. Berkhuthbah dengan khuthbah yang ringkas (dibandingkan dengan Sholat Jum’ah), Hal ini khusus pada khutbah Sholat Jum’ah. Artinya: khuthbah Jum’ah itu jangan terlalu panjang, yang menimbulkan kegundahan (gresah, Jawa) dan membuat bosan sebagian ahli jama’ah Jum’ah dan juga jangan terlalu pendek yang mengakibatkan cacat. Akan tetapi menggunakan khuthbah yang mutawassithoh (tidak terlalu panjang dan terlalu pendek). Sebaik-baiknya perkara adalah yang tengah-tengah.

” عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كُنْتُ أُصَلِّى مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَتْ صَلاَتُهُ قَصْدًا وَخُطْبَتُهُ قَصْدًا , أىْ مُتَوَسِّطَةً بَيْنَ الطُّوْلِ الظَّاهِرِ والتَّخْفِيْفِ الْمَاحِقِ ” اهـ . |النووى على مسلم|

Artinya: Diriwayatkan dari Imam Jabir Ibni Samurah, beliau berkata: “Saya Shalat Jum’ah bersama Rasulullah, dan Shalat beliau sedang (sedengan, Jawa) dan khuthbahnya juga sedang. Maksudnya, (khutbah dan shalat yang beliau kerjakan) diantara yang panjang sekali dan yang pendek, cepat yang mengakibatkan cacat.”

Dan juga hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, yaitu:

” قَالَ أبُوْ وَائِلٍ : خَطَبَنَا عَمَّارٌ رَضى الله عنه فَأَوْجَزَ وَأَبْلَغَ فَلَمَّا نَزَلَ قُلْنَا يَا أبَا الْيَقْظَانِ لَقَدْ أَبْلَغْتَ وَأَوْجَزْتَ فَلَوْ كُنْتَ تَنَفَّسْتَ أىْ أَطَلْتَ قَلِيْلاً . فَقَالَ : ” سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ بِأَنَّ طُوْلَ صَلَاةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ عَلَى فِقْهِهِ فَأَطِيْلُوْا الصَّلاَةَ وَاقْصُرُوْا الْخُطْبَةَ . “

Artinya: Abu Wail berkata; “‘Ammar berkhutbah (pada kita), khutbah yang ia lakukan ringkas dan balighoh. Ketika ia turun dari mimbar, kami berkata; “Sunggguh masih termasuk khuthbah yang balighoh dan ringkas seandainya anda bersedia sedikit memanjangkannya. Kemudian ‘Ammar ra. Berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya panjangnya Shalat (Jum’ah) seseorang dan pendeknya khutbah (yang ia lakukan) itu menunjukkan kecerdasannya, maka panjangkanlah Shalat Jum’ah kalian dan pendekkanlah khuthbahnya.”

Hadits tersebut tidak bertentangan, karena yang dimaksud dengan panjangnya Shalat Jum’ah itu adalah panjang yang dinisbatkan pada khuthbahnya tersebut, bukan panjang yang membuat masyaqqot (memberatkan) pada makmum. Dan yang dimaksud dengan pendeknya khuthbah itu adalah pendek dengan dinisbatkan kepada Shalat Jum’ahnya, bukan pendek yang menjadikan khuthbah cacat. Jadi, khuthbah masih dianggap pendek (sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulillah saw.) selama tidak lebih panjang dari pada Shalat Jum’ahnya, meski pada hakikatnya itu adalah khuthbah yang mutawassithoh (sedang).

  1. Ketika khothib berkhuthbah, disunnahkan bagi anggota majlis untuk menghadap pada khothib seraya mendengarkannya dengan antusias (inshot).

                Kemudian untuk orang yang tidak bisa mendengarkan khuthbah, karena tuli atau karena jauh dari tempat khuthbah, maka disunnahkan baginya untuk berdzikir atau membaca Al-Qur’an dengan pelan (sirri) agar tidak mengganggu jama’ah yang lain [8].

  1. Menurut qoul yang mu’tamad[9], ketika khothib membaca shalawat Nabi, bagi anggota majlis disunnahkan menjawabnya dengan keras namun tidak terkesan terlalu (mubaalaghoh).
  2. Makruh hukumnya bagi orang yang masuk ketika khothib sedang berkhuthbah untuk mengucapkan salam, karena isytigholnyaorang yang disalami dengan membaca khuthbah (bagi khothib) dan mendengarkan khuthbah (bagi mustami’in). Namun wajib bagi orang yang disalami untuk menjawabnya.
  3. Tasymiitul’Aathis ketika khothib sedang berkhuthbah itu disunnahkan dengan syarat :
  1. Bagi Imam Sholat Jum’ah disunnahkan untuk membaca suratal Jumu’ah pada roka’at pertama dan suratAl-Munaafiqun pada roka’at kedua, atau membaca surat :سبـّح اسـم ربك الأعلىpada roka’at yang pertama dan هل أتاك حديث الغاشيةpada roka’at yang kedua, dengan alasan lil Ittiba’. Namun yang lebih utama adalah yang pertama (suratAl-Jumu’ah pada roka’at pertama dan surat al Munaafiqun pada roka’at kedua).

Apabila imam tidak membaca surat al-Jumu’ah atau سبـّح اسـم ربكpada roka’at pertama –baik ada unsur kesengajaan atau lupa– , dan ia malah membaca surat al Munaafiqun atau Al-Ghoosyiah sebagai gantinya, maka dianjurkan untuk membaca surat Al-Jumu’ah atauسبـّح اسـم ربك الأعلىpada roka’at kedua, tidak dengan mengulangi bacaan yang telah ia baca pada roka’at pertama.

Kemudian apabila ia sama sekali tidak membaca kedua surat tersebut pada roka’at yang pertama, maka dianjurkan untuk membaca keduanya pada roka’at kedua. Hal ini supaya Sholat Jum’ahnya tidak sepi dari dua surat tersebut [10].

  1. Pengadaan Muraqqi dalam khuthbah Jum’ah merupakan bid’ah hasanah.
  2. Al-Syaikh Ibnu Hajar berkata bahwa sunnah hukumnya membaca Taradldli ketika khothib membaca nama para sahabat. Begitu juga membaca Amiin ketika khothib sedang membaca do’a.

Membaca basmalah sebelum berkhuthbah –baikdengansuara keras atau pelan– tidak disunnahkan.Bahkan tergolong bid’ah.

  1. Hal-Hal Yang Makruh Dalam Khuthbah
  1. Khothib menoleh ke kanan, kiri apalagi ke belakang.
  2. Khothib memberikan isyarat dengan tangan atau dengan lainnya, seperti kedua matanya.
  3. Menjejakkan (nggedhok-nggedokne, Jawa) kaki pada tangga mimbar.
  4. Terlalu cepat pada khutbah yang kedua.
  5. Suaranya terlalu rendah pada khutbah yang kedua.
  6. Khothib berhenti pada setiap tangga mimbar dan doa.
  7. Makruh hukumnya bagi Mustami’in berbicara sewaktu berlangsungnya khuthbah (arkaanul khuthbah).
  8. Berlebihan dalam menyanjung Ratu (Kepala Negara, Menteri, Pejabat) atau salah satu orang.

Mendo’akan khusus kepada dirinya dengan syarat tidak berbohong, serta tidak sampai memutus nazhmul khuthbah yang ma’ruf(runtutnya khuthbah), seperti contoh berikut :

إرْحَمْ مَوْلَانَا السُّلْطَانَ عَبْدَ الْحَمِيْدِ الْعَادِلَ الْمُعْطِيَ كُلَّ ذِىْ حَقٍّ حَقَّهُ الَّذِى لَا يَظْلِمُ “

Artinya : “Ya Allah, berikanlah rahmat-Mu pada junjungan kami sulthan Abdul hamid yang adil dan yang memberikan setiap hak pada orang yang berhak atasnya yang tidak dzalim. “

Namun apabila sampai berbohong, maka hukumnya haram, seperti halnyaالسلطان الغازى (sultan yang berperang /berjihad) padahal yang dido’akan itu tidak pernah berperang sama sekali.

Sedangkan mendo’akan kebaikan untuk Ratu atau yang lainnya dengan tanpa adanya pengkhususan (menyertakan orang lain), seperti aimmatil muslimin wa wulati umurihim hukumnya sunnah selama tidak sampai memutuskan muwaalaah antara beberapa rukun khuthbah dan antara khutbah dengan Sholat.

  1. Sunnah-Sunnah Jum’ah
  1. Mandi bagi orang yang menghendaki untuk pergi melaksanakan Sholat Jum’ah walaupun tidak wajib baginya.

Melaksanakan mandi berdekatan dengan berangkatnya seseorang ke tempat pelaksanaan Jum’ahan itu lebih utama, sebab hal tersebut lebih mengena pada tujuan mandi yang berupa menghilangkan bau badan yang tidak disukai.

  1. Tabkiir (berangkat pagi-pagi ke tempat Sholat Jum’ah), bagi selain Imam.

Waktu mulai dianjurkannya tabkiir adalah setelah terbitnya fajar Shodiq, karena adanya hadits shahih :

” عَلَى بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ مَلاَئِكَةٌ يَكْتُبُوْنَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ وَمَنْ غَسَلَ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فِى السَّاعَةِ الْأُوْلَى فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِى السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِى السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِى السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دُجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِى السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً, فَإذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَسْمَعُوْنَ الذِّكْرَ ” . وَفِى رِوَايَةٍ أُخْرَى ” وَفِى الرَّابِعَةِ بَطَّةً وَفِى الْخَامِسَةِ دُجَاجَةً وَفِى السَّادِسَةِ بَيْضَةً “.

Artinya : “Pada pintu dari beberapa pintunya masjid terdapat beberapa malaikat yang mencatat orang yang masuk pertama dan yang menyusulinya. Dan barang siapa mandi sebagaimana mandi janabah kemudian datang pada waktu pertama maka seakan-akan ia bersedekah Unta, dan barang siapa datang pada waktu kedua maka seakan-akan ia bersedekah Sapi, dan barang siapa yang datang pada waktu ketiga maka seakan-akan ia bersedekah kambing, dan barang siapa yang datang pada waktu keempat maka seakan-akan ia besedekah Ayam Jago, dan barang siapa datang pada waktu kelima, maka seakan-akan ia bersedekah Telur. Lalu sewaktu imam telah keluar, maka para malaikat tersebut hadir dan seraya mendengarkan khuthbah”.

Dalam riwayat lain dijelaskan ” Barang siapa datang pada waktu keempat maka seakan-akan ia bersedekah Bebek/Itik, dan dalam waktu kelima adalah Ayam Jago, dan yang keenam adalah Telur”.

Berdasarkan padahadits di atas dapat kita ambil hikmah, bahwa sangatlah beruntung orang-orang yang mau berangkat pagi-pagi dalam berjum’ahan, dan sangatlah rugi orang-orang yang datangnya ketika sudah mulai akan dilaksanakannya Sholat seraya bersantai ria, apalagi orang yang membiasakannya.

  1. Membersihkan badan dan pakaian dari kotoran.
  2. Memakai pakaian putih.

Dalam berjum’ahan disunnahkan memakai pakaian putih yang baru, bila tidak ada maka yang mendekatinya. Dan yang lebih sempurna (al akmal) seluruh pakaiannya itu putih, bila tidak ada maka bagian atasnya saja.

Disunnahkan bagi Imam untuk menambah haiatnya karena mengikuti sunnah Rosulillah SAW. dan karena ia memang menjadi obyek pandangan para anggota majlis.

Kesunnahan pemakaian baju tersebut juga berlaku untuk selain hari Jum’ah, karena muthlaknya hadits :

” إِلْبَسُوْا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا خَيْرُ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوْا فِيْهَا مَوْتَاكُمْ “

Artinya : “Pakailah pakaian putih dari pakaian kalian semua maka sesungguhnya pakaian putih tersebut merupakan lebih baik-baiknya pakaian kalian semua, dan kafanilah orang-orang mati kalian semua dalam pakaian tersebut.”

  1. Memakai wewangian terbaik yang ia miliki, dan yang lebih baik adalah minyak misik.
  2. Berjalan kaki dengan tenang menuju tempat Jum’ahan.
  3. Berangkat menuju tempat pelaksanaan Sholat Jum’ah dengan mengambil jalan yang jauh.
  4. Pulang dengan mengambil jalan yang pendek.
  5. Membaca atau berdzikir, baik diperjalanan atau di dalam Masjid.
  6. Menggunting kuku kaki dan tangan.
  7. Mencukur rambut kepala.
  8. Mencukur bulu kemaluan.

Adapun tata cara yang lebih utama adalah :

  1. Bagi laki-laki dengan mencukurnya. Hal ini disebabkan syahwatnya orang laki-laki itu kecil, sedangkan mencukur bulu kemaluan itu bisa meningkatkan dan menguatkan syahwat.
  2. Bagi wanita dengan mencabutinya. Sebab nafsu/syahwat wanita itu sangat besar, sedangkan mencabuti bulu kemaluan itu bisa mengurangi syahwat.
    1. Mencabuti bulu ketiak.
    2. Memotong/menggunting kumis
  1. Disunnahkan membaca suratAl-Kahfi dan yang lainnya pada hari Jum’ah siang dan malam Jum’ahnya. Namun membaca di siang hari itu lebih dianjurkan, terutama setelah Sholat Shubuh, karena adanya beberapa hadits yang menyatakan keutamaan membaca suratAl-Kahfi pada waktu tersebut.
  2. Memperbanyak pembacaan shalawat Nabi SAW. pada hari dan malam Jum’ah. Dan hal ini lebih utama bila dibandingkan dengan membaca berbagai dzikir yang tidak ma’tsur bikhushuushih.
  3. Sunnah berdo’a pada hari Jum’ah, karena berharap bertepatan dengan saa’atul ijaabah yang sangat singkat. Adapun waktu yang paling bisa diharapkan bertepatan dengan sa’aatul ijaabah tersebut adalah mulai duduknya khothib sampai pada akhirnya Sholat.
  4. Sunnah hukumnya memperbanyak berbuat kebaikan pada siang dan malam Jum’ah.
    1. Wirid Setelah Sholat Jum’ah

Bagi orang yang melaksanakan Sholat Jum’ah, Setelah selesai melaksanakan Sholat, tepatnya sebelum ia merubah posisi duduknya setelah salam disunnahkan untuk membaca suratAlFaatihah 7 kali, suratAl-Ikhlash 7 kali, suratAl-Falaq 7 kali, dan surat Al-Naas 7 kali [11]. Dan Aurood tersebut terkenal dengan nama “ Al Musabba’aat”

Hal ini berdasarkan hadits Rosulullah SAW. yang diriwayatkan oleh sayyidah ‘Aisyah ra.

” قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَرَأَ بَعْدَ صَلاَةِ الْجُمُعَةِ | قُلْ هُوَ اللهُ أحَدٌ| وَ |قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ| وَ | قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ | سَبْعَ مَرَّاتٍ أَعَاذَهُ اللهُ بِهَا مِنَ السُّوْءِ إلَى الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى . “

Artinya :Rosulullah SAW. barsabda “Barang siapa yang setelah Sholat Jum’ah membaca: “قل هو الله أحدdanقل أعوذ برب الفلق” danقل أعوذ برب الناسsebanyak tujuh kali, maka Allah akan mengampuni dosanya sampai pada Jum’ahan lainnya (yang akan datang) “

Kemudian, setelah selesai membaca musabba’aat, maka supaya berdo’a dengan do’a di bawah ini 4 kali [12]:

اللّهُمَّ يَا غَنِيُّ يَا حَمِيْدُ يَا مُبْدِئُ يَا مُعِيْدُ يَا رَحِيْمُ يَا وَدُوْدُ أَغْنِنِىْ بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ وَبَحَلاِلِكَ عَنْ حَرَامِكَ

Artinya : “Ya Allah, Wahai Tuhan Yang Maha Kaya, Yang Maha Terpuji, Yang Maha Penitah, Yang Maha Penolong, Yang Maha Pengasih, dan Yang Maha Pecinta, berikanlah aku kecukupan dengan rahmat-Mu dari selain Engkau, dan dengan perkara yang telah Engkau halalkan dari perkara yang Engkau haramkan.”

Diceritakan dari asy SyaikhAbdulWahhabAlSya’roni bahwa orang yang terus menerus / menetapi membaca dua bait syi’ir dibawah ini pada setiap hari Jum’ah, maka Allah swt. akan mencabut nyawanya dalam keadaan islam, dan hal inilah yang dipraktikkan oleh masyayikh Pon. Pes. Mahir Arriyadl hingga saat ini.

Adapun dua bait syi’ir yang dimaksud adalah [13] :

إِلـهِيْ لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْـلاَ   وَلاَ أَقْـوَى عَلَى نَارِ الْجَحِيْمِ

فَهَبْ لِى تَوْبَةً وَّاغْفِرْ ذُنُـوْبِىْ   فَإِنَّكَ غَافِـرُ الذَّنْبِ الْعَظِيـْمِ

Artinya : “Wahai Tuhanku, aku bukanlah seorang ahli surga, dan aku tidak kuat atas neraka jahim”.

“Maka terimalah taubatku dan ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya Engkau adalah maha pengampun.”

Selain sunnah-sunnah yang telah tersebut, juga tetap disunnahkan untuk membaca dzikir dan yang afdlal adalah yang waaridah setelah Sholat maktuubah.

Semisal dengan membaca:

أَسْتَغْفِرُ اللهَ 3 x , اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِىْ لاَ إلهَ إلاَّ هُوَ الْحَىَّ الْقَيُّوْمَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ 3 x إلخ

Selengkapnya, baca Busyrol Karim, juz : I, hal : 85.

Apabila Sholat Jum’ah betepatan dengan hari Raya ‘iidul adlha atau hari Tasyriiq maka urutan wiridnya sebagai berikut :

  1. Membaca musabba’aat sekaligus do’anya.
  2. Membaca At-Takbir Al-Muqoyyad.
  3. Baru kemudian membaca wirid yang ma’tsuur seusai Sholat fardlu lima waktu. [14].
    1. ContohKhutbah

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ .

الْحَمْدُ لِلّهِ الّذِىْ أنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْمَةِ الْإِسْلاَمِوَالْإِيْمَانِ , وَأَشْهَدُ أَنْ لَاۤ إلٰهَ إِلاَّ اللهُ الْوَاحِدُ الْحَنَّانُ , وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ وَلَدِ عَدْناَنَ . وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَّ عَلَىۤ اٰلِهِ وَصَحْبِهۤ اَلْمُقْتَدِيْنَ بِهِ فِي الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ وَالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ . أَمَّا بَعْدُ .

فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا اللهَ وَافْعَلُوْا الْخَيْرَاتِ وَاجْتَنِبُوْا عَنِ الْمَعَاصِى وَالسَّيِّئَاتِ . وَأَنْصِتُوْا وَاسْمَعُوْا مَا قَالَ رَبُّكُمْ كَيْ تَنَالُوا الرَّحْمَاتِ. يَاۤ اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَ رَسُوْلُهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْأَنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. اَقُوْلُ قَوْلِي هٰذَا, وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَاۤئِرِ الْمُسْلِمِيْن , فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ .

الْحَمْدُ للهِ حَمْدًا جَمِيْلاً كَمَا أَمَرَ . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ . وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُه وَرَسُوْلُه سَيِّدُ الْإِنْسِ وَالْبَشَرِ . اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰىۤ اٰلِهِ وَصَحْبِهِ مَا اتَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَرٍ وَاُذُنٌ بِخَبَرٍ اَمَّا بَعْدُ.

فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا اللهَ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ , وَحَافِظُوْا عَلىَ الطَّاعَاتِ وَحُضُوْرِ الْجُمُعَةِ وَالْجَمَاعَةِ . وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ , وَثَنّٰى بِمَلَاۤئِكَةِ قُدْسِهِ, فَقَالَ تَعَالٰى وَلَمْ يَزَلْ قَاۤئِلًا عَلِيْمًا : اِنَّ اللهَ وَمَلَاۤئِكَتَه يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَاۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى مُحَمَّدٍوَّعَلَىۤ اٰلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىۤ إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَىۤ اٰلِ إِبْرَاهِيْمَ, وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَّعَلَىۤ الِٰ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَىۤ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَىۤ اٰلِ إِبْرَاهِيْمَ فِيْ اْلعَالَمِيْنَ. إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَّجِيْدٌ , وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا . اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ, وَعَنِ السِّتَّةِ الْمُتَمِّمِيْنَ لِلْعَشْرَةِ الْكِرَامِ، وَعَنْ سَاۤئِرِ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ . وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ . اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْيَاۤءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ ، بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ . اَللّٰهُمَّ اَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَاَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَاَعْلِ كَلِمَتَكَ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ . اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاۤءَ وَالْوَبَاۤءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ اَلْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدۤائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا خَاۤصَّةً ، وَعَنْ سَاۤئِرِ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَاۤمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّناَ اغْفِرْ لَنَا وَ لِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَسَبَقُوْنَا باِلْإِيْمَانِ ، وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَا اِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِيْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الْأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللهِ ! إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ , وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ , يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذْكُرُوْنَ . فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ الْجَبَّارَ يَذْكُرْكُمْ , وَاشْكُرُوْاهُ عَلَى نِعمِهِ يَزِدْكُمْ . وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ .

مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ , وَزُمْرَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ . رُوِيَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبَكَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ , فَقَدْ لَغَوْتَ . أَنْصِتُوْا وَاسْمَعُوْا وَأطِيْعُوْا رَحِمَكُمُ اللهُ 3 x .(NGELUNGNE TONGKAT)

اَلْحَمْدُلِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ .وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِۤ اَجْمَعِيْنَاَللَّهُمَّ قَوِّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَانْصُرْ هُمْ عَلَى الْمُعَانِدِيْنَ، وَاخْتِمْ لَنَا مِنْكَ بِالْخَيْرِوَيَا خَيْرَ النَّاصِرِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن

 

 

[1]Baca I’anatuthTholibinjuz : II, hal : 83.

[2]Baca Al Baijurijuz : I, hal : 322, Bairut.

[3]Menurut Syaikh Ali Syabromalisiy yang aqrab dalam pensyaratan suci dari hadats dan najis, serta menutupi aurat adalah hanya dalam rukun-rukunnya khuthba hsaja.Bahkan semua persyaratan yang ada dalam khuthbah itu hanya berlaku dalam rukun-rukun khuthbah. Baca I’anatuthTholibinjuz : II, hal : 83.

[4]Baca I’anatuthTholibinjuz : II, hal : 81.

[5] Baca NihaayatulMuhtajjuz : II, hal : 318.

[6]Baca I’anatuthTholibinjuz : II, hal : 83.

[7] Baca NihayatulMuhtajjuz : II, hal : 324.

[8]TuhfatulMuhtajjuz : II, hal : 454.

[9]MenurutbeliauQodli Abu Thayyib (qouldlo’if), menjawabsholawattersebuthukumnyamakruh. Baca al Baijurijuz : I, hal : 217.

[10]Baca MauhibahDzilFadl, juz : III, hal : 246 – 247.

[11] Baca I’anatuthTholibinjuz : II, hal : 106.

[12]Baca I’aanatuthTholibin, juz : II, hal : 106.

[13] Baca al Baijurijuz I, hal : 331, Bairut.

[14] Baca I’aanatuthThoolibin, juz : II, hal : 106.