KWAGEAN

LUZUUM DAN JAWAAZ

pada selasa pagi pekan ini,  materi yang dibahas ialah tentang Akad Jual Beli, dan sebagai tutornya ialah Bpk Muhhib dari PON-PES MAHIR ARRIYADH, RINGIN AGUNG, dan untuk materi pembahasannya sebagai berikut:

♦ LUZUUM DAN JAWAAZ ♦

Pengertian Dan Pembagian

Yang dimaksud luzuum adalah terbebas dari hak khiyaar. Dan yang dimaksud jawaaz adalah keadaan tetapnya khiyaar . Yang dimaksud khiyaar adalah mencari/memilih yang terbaik diantara membatalkan atau mensukseskan aqad. Secara keasalan aqad bai’ adalah aqad yang laazim, akan tetapi syaari’ memberi kemurahan dengan menetapkan hak khiyaar pada aqad bai’. Khiyaar terbagi dua :

Khiyaar al tasyahhy (Khiyaar tarawwiy),

yaitu Khiyaar yang digantungkan pada keinginan muta’aaqidain dan sama sekali tidak tergantung pada wujud atau tidaknya suatu sifat tertentu pada ma’quud ‘alaih. Khiyaar al tasyahhy ini memiliki dua sabab :

Khiyaar al Naqiishah

yaitu Khiyaar yang disebabkan tidak wujudnya suatu sifat yang disangka ada pada ma’quud ‘alaih. Prasangka wujudnya sifat ini bisa muncul karena salah satu dari tiga perkara, yaitu :

  1. Taghriir fi’liy, contoh tashriyah
  2. Qadlaa’ ’urfiy, contoh terlihatnya ‘aib yang mengurangi ‘ain atau qiimah dan secara umum ‘aib tersebut tidak ditemukan pada jenis mabii’tersebut.
  3. Iltizaam syartiy (syarat yang dijanjikan), contoh dalam aqad disyaratkan keberadaan sahaya yang dijual pandai menulis dan kenyataannya tidak.

 

Khiyaar Majlis

Dalam kaitannya dengan khiyaar, aqad terbagi dua, yaitu :

  1. Aqad yang jaaiz[1].

Tidak ada khiyaar majlis dalam aqad yang jaaiz, baik jaaiz dari dua sisi (semisal : syirkah, wakalah, qiraadl, wadii’ah, dan ‘ariyyah) ataupun jaaiz dari salah satu sisi dan laazim dari sisi yang lainnya (semisal : aqad dlaman, dan kitaabah).

  1. Aqad yang laazim dari dua sisi.

Aqad yang laazim dari dua sisi terbagi dua, yaitu :

  1. Aqad yang maurid-nya manfaah

Tidak ada Khiyaar majlis dalam aqad yang maurid-nya manfaah. Diantara aqad yang maurid-nya manfaah adalah nikaah, shadaaq, ijarah dan musaaqaah. Sesuai pendapat yang mu’tamad tidak ada khiyaar majlis dalam aqad ijaarah baik ijaarah ‘ain ataupun ijaarah dzimmah[2].

  1. Aqad yang maurid-nya ‘ain

Khiyaar majlis tsubut (ditetapkan syara’) dalam setiap mu’awadlah[3] mahdlah[4] yang laazimah dari dua sisi[5], maurid-nya berupa ‘ain[6], tidak memuat tamalluk qahriy[7], dan tidak menempati posisi rukhshah[8]. Semisal : sharf (tukar menukar uang emas/ perak), jual beli makanan dengan sesamanya, aqad salam, tauliyah, isyraak, shulh al mu’aawadlah dan sesamanya.

 

Pemutus Khiyaar Majlis

Khiyaar majlis akan terputus dengan salah satu dari dua perkara, yaitu :

  1. Takhaayur dari ‘aaqidain (bi al qaul).

Maksudnya ‘aaqidaani memutuskan untuk me-luzuum-kan (mensukseskan) aqad bai’. Bila yang mengambil keputusan hanya satu pihak, maka pihak lawan masih memiliki hak khiyaar [9] sampai pihak tersebut mengambil keputusan atau terjadi perpisahan dari majlis aqad.

  1. Berpisahnya ‘aaqidain dari majlis aqad (bi al fi’li).

Dengan berpisahnya[10]aqidain dari majlis aqad maka gugurlah hak khiyaar keduanya. Begitu juga (gugur hak khiyaar dari keduanya) dengan berpisahnya salah satu ‘aaqidain dari majlis aqad[11]. Batasan disebut berpisah adalah ‘urf. Setiap hal yang secara ‘urf dikategorikan sebagai perpisahan, maka memutus khiyaar majlis, dengan perincian sebagai berikut :

  1. Bila ‘aaqidain tidak berjauhan maka :

 

Catatan :

 

Peleraian Sengketa Dalam Khiyaar Majlis

Bila ada dua orang datang bersamaan kehadapan qaadli dan salah satunya mendakwakan telah terjadi tafarruq dan aqad bai’ telah laazim, akan tetapi lawannya mengingkari dan ingin mem-faskh aqad, maka pihak yang mengingkari dimenangkan bila bersedia bersumpah kecuali si pendakwa mendatangkan saksi. Hal ini dikarenakan tidak adanya perpisahan adalah hal yang sesuai dengan keasalan.

Bila ada dua orang datang kehadapan qaadli dan keduanya sepakat telah terjadi tafarruq akan tetapi salah satunya mendakwakan bahwa dia telah mem-faskh sebelum terjadi tafarruq, dan lawannya mengingkari, maka pihak yang mengingkari dimenangkan bila bersedia bersumpah kecuali si pendakwa mendatangkan saksi. Hal ini dikarenakan tidak adanya faskh adalah hal yang sesuai dengan keasalan[13].

 

Khiyaar Syarth

  1. Ketentuan-ketentuan khiyaar syarat

Aqidaani atau salah satunya diperbolehkan mensyaratkan khiyaar dengan ketentuan :

Tempo khiyaar yang disyaratkan kedua ‘aaqid tidak harus sama, sehingga boleh disyaratkan khiyaar dua hari untuk penjual dan satu hari untuk pembeli.

  1. Syaarith dan masyruuth lah (pemasang syarat dan penerimanya)

Pemberian (pemasangan) khiyaar syarat merupakan hak ‘aaqid (pelaku aqad baik baai’, musytariy atau wakil) dengan kata lain syarith-nya adalah ‘aaqid.

Khiyaar syarat ini bisa diperuntukkan ‘aaqid, muwakkil ataupun ajnabiy (masyruuth lah-nya bisa ‘aaqid, ataupun ajnabiy[16]), akan tetapi wakil hanya boleh mensyaratkan khiyaar untuk dirinya sendiri atau muwakkil-nya artinya wakil tidak boleh mensyaratkan khiyaar untuk lawan aqad-nya ataupun ajnabiy tanpa izin muwakkil. Orang yang telah mensyaratkan khiyaar untuk ajnabiy tidak punya hak khiyaar kecuali ajnabiy tersebut mati pada zaman khiyaar (karena dengan matinya ajnabiy hak khiyaar pindah pada orang yang mensyaratkan).

Catatan:

Secara mendasar mabii’ dan semua hal yang diaqadi dengan aqad-aqad mu’awadlah yang lain akan dimiliki dengan sempurnanya aqad[17]. Pada masa khiyaar kepemilikan atas mabii’ dan tawaabi’-nya[18]   teruntuk orang yang memiliki khiyaar . Bila khiyaar dimiliki ‘aaqidain, maka kepemilikan digantungkan, artinya bila nantinya aqad nyata-nyata sukses, maka diketahui bahwa mabii’ dan tawaabi’-nya adalah milik pembeli sejak selesai aqad bila aqad gagal (karena di-faskh) maka diketahui bahwa mabii’ dan tawaabi’-nya adalah milik penjual dan kepemilikan atas mabi’ dianggap tidak pernah hilang darinya[19]. Semua ini berlaku untuk khiyaar syarat dan juga khiyaar majlis[20]. Bila mabii’ dihukumi milik pembeli maka tsaman dihukumi milik penjual, begitupun sebaliknya. Bila kepemilikan atas mabii’ digantungkan, maka kepemilikan atas tsaman pun digantungkan.

  1. Aqad-aqad yang tersentuh khiyaar syarat

Khiyaar syarth diperbolehkan dalam setiap aqad yang tersentuh khiyaar majlis kecuali dalam :

Cara faskh dan ijazah terbagi dua :

Untuk faskh dengan mengucapkan semisal : fasakhtu al bai’a (saya batalkan jual beli), istarja’tu al mabii’a (saya ambil kembali mabii’) dan sesamanya, dan untuk ijaazah dengan mengucapkan semisal : ajaztu al bai’a ( saya sukseskan jual beli) dan sesamanya.

Mentasharrufkan mabii’ oleh penjual yang memiliki hak khiyaar [24] adalah bentuk faskh. Tasharruf yang dimaksud semisal wathi, memerdekakan, menikahkan, menjual, mewaqafkan, menyewakan. Semua tasharruf tersebut sah akan tetapi hukumnya wathi haram kecuali khiyaar murni hanya untuknya (penjual).

Tasharruf tersebut merupakan ijaazah bila dilakukan oleh pembeli yang memiliki khiyaar [25]. Memerdekakan mabii’ dari pembeli yang punya khiyaar hanya akan sah bila diizini penjual atau tidak diizini akan tetapi khiyaar murni hanya untuk pembeli. Bila khiyaar milik mereka berdua dan tanpa izin maka memerdekaan mabii’ mauquuf (ditaruhkan) sah atau tidaknya. Adapun wathi dari pembeli maka hanya halal bila khiyaar murni milik pembeli dan haram bila khiyaar milik keduanya walaupun wathi tersebut dengan izin penjual[26]. Selain wathi dan memerdekakan maka sah bila khiyaar murni milik pembeli atau milik berdua akan tetapi dengan izin penjual. Bila khiyaar milik berdua dan tidak ada izin maka batal.

Catatan:

 

Khiyaar Naqishah

Diatas telah diterangkan bahwa Khiyaar al Naqiishah disebabkan tidak wujudnya suatu sifat yang disangka ada pada ma’quud ‘alaih, dan prasangka tersebut muncul karena salah satu dari tiga perkara, yaitu : taghriir fi’liy, iltizaam syartiy (sifat yang dijanjikan) dan qadlaa’ ’urfiy.

Khiyaar yang muncul karena taghriir fi’liy

Hukum taghriir fi’liy ini adalah haram. Bentuk dan macam-macamnya beraneka ragam, diantaranya:

Catatan :

  1. Bila dalam penjualan hewan yang di-tashriyah pembeli mengembalikan mabii’ maka pembeli mengembalikan mabii’ disertai satu sha’ kurma kering[27] sebagai ganti susu yang telah dia perah[28]. Hal tersebut bila :
  2. Mabii’ merupakan hewan yang halal dagingnya.
  3. Keduanya tidak sepakat untuk mengembalikan tanpa disertai apaapun atau disertai selain satu sha’ kurma.
  4. Pembeli telah memerah susunya.
  5. Tiada hak khiyaar atas kerugian besar yang ditanggung pembeli dalam semisal : pembeli menyangka kelereng sebagai mutiara dan membelinya dengan harga yang sangat tinggi.

› Khiyaar yang muncul karena terjadi iltizam syartiy

Khiyaar ini muncul karena ‘aaqid menyanggupi (mensyaratkan/ menjanjikan) suatu sifat dalam ma’quudalaih dan kenyataannya sifat tersebut tidak wujud dalam ma’quud ‘alaih. Sifat yang disaratkan tersebut terbagi dua yaitu :

  1. Sifat yang berkaitan dengan suatu maksud tertentu[29] yang secara ‘urf dituju secara dzatiy oleh mayoritas orang. Contoh : pensyaratan budak yang dijual pandai menulis. Bila sifat ini disyaratkan dalam jual beli dan tidak ditemukan dalam mabii’ maka hak khiyaar tsubuut.
  2. Sifat yang tidak berkaitan dengan suatu tujuan tertentu. Contoh : pensyaratan budak yang dijual menyandang cacat, dungu (sangat bodoh), senang mencuri atau zina. Pensyaratan sifat ini tidak berpengaruh apapun (tidak mendatangkan hak khiyaar ).

Catatan:

 

› Khiyaar yang muncul karena qadla ’urfi

Khiyaar ini tsubut sebab terlihatnya ‘aib yang memenuhi semua kriteria sebagai berikut :

Contoh ‘aib yang memenuhi kriteria tersebut (yang mendatangkan khiyaar ) adalah : mabii’ berupa budak suka mencuri, suka zina, suka berbohong, suka berkata kotor atau suka kabur (jawa: minggat-an), sering ngompol ditempat tidur untuk budak yang telah berusia sembilan tahun lebih, dikuasai jin jahat untuk mabii’ berupa rumah, banyak kera berkeliaran mencari makan untuk mabii’ berupa sawah dan lain sebaginya.

Catatan:

 

Hal-hal yang menggugurkan khiyaar naqishah ada 4 yaitu :

Bila[31] dalam jual beli disyaratkan penjual terbebas dari urusan aib yang ada pada mabii’, maka :

›  Bathin[32]. Bila aibnya dhahir (baik si penjual mengetahuinya atau tidak) maka penjual tidak terbebaskan darinya.

› Telah ada pada saat aqad. Bila aib datang setelah aqad dan sebelum qabdl maka penjual tidak terbebaskan darinya.

› Tidak diketahuinya (tidak diketahui penjual). Bila penjual mengetahui ‘aib bathin tersebut maka penjual tidak terbebaskan darinya.

Musytari tidak mungkin mengembalikan mabii’

Hal ini dikarenakan empat sebab :

Contoh halaak semisal mabii’ berupa hewan telah mati, mabii’ berupa makanan telah dimakan atau mabii’ berupa pakaian telah terbakar. Bila aib qodim yang ada pada mabii’ baru diketahui setelah mabii’ halaak (halaak terjadi setelah di qabdl musytari) maka tidak mungkin lagi ada pengembalian karena yang akan dikembalikan tidak wujud lagi. Dalam kasus ini pembeli berhak menerima arsy dari penjual[33], yaitu prosentase tertentu dari tsaman sesuai prosentase berkurangnya qiimah mabii’ dalam keadaan cacat dari qiimah mabii’ dalam keadaan tidak cacat. Contoh : mabii’ dibeli dengan harga 200rb, sedangkan qiimah mabii’ tidak cacat 100rb, qiimah mabii’ menyandang cacat 90rb, berarti qiimah mabii’ menyandang cacat berkurang 10rb dari qiimah mabii’ tanpa cacat, sehingga prosentase berkurangnya qiimah adalah 10rb/100rb = 10%. Dalam contoh ini arsy-nya 10% dari tsaman = 10% X 200rb = 20rb. Alhasil dalam contoh tersebut musytari berhak mendapat pengembalian arsy dari penjual sejumlah 20rb.

Catatan : qiimah yang diambil adalah qiimah terendah mulai penjualan hingga qabdl.

Contoh mabii’berupa sahaya telah dimerdekakan, telah jadi ummi al walad, atau telah diwaqafkan. Bila aib qodim yang ada pada mabii’ baru diketahui setelah mabii’ tidak mungkin dipindahkan milik maka sama dengan kasus halaak.

Catatan : bila seseorang membeli budak yang merdeka bila dia miliki (semisal anaknya atau orang tuanya) kemudia diketahui adanya ‘aib qadii, maka menurut pendapat yang ditarjih al Imam al Subkiy pembeli tersebut berhak mendapat arsy. Begitupun dalam kasus jual beli budak dengan syarat dimerdekakan, dan setelah dimerdekakan diketahui adanya ‘aib qadiim (pembeli berhak mendapat arsy).

Hilangnya kepemilikan musytari ini bisa dikarenakan telah di-hibah-kan (dan di-qabdl-kan), dijual atau yang lain. Bila setelah kepemilikan musytari atas mabii’’hilang dan diketahui adanya ‘aib qadiim, maka musytari tidak berhak mendapat arsy akan tetapi musytari berhak mengembalikan mabii’ bila mabii’ kembali menjadi miliknya (baik karena musytari kedua mengembalikan padanya lagi karena aib, dengan dia beli kembali, dengan iqalah atau yang lain).

Contohnya semisal mabii’ digadaikan. Hukumnya sama dengan mabii’ yang tidak lagi dimiliki musytari, yaitu musytari tidak berhak arsy akan tetapi bisa mengembalikan mabii’ setelah terlepas dari ikatan gadai.Bila mabii’ digadaikan dengan hutang yang tidak bertempo (kontan) dan musytari kuasa untuk membayarnya, maka untuk bisa mengembalikan mabii’ yang masih dalam gadai tersebut, musytari harus segera melunasi hutang, bila tidak maka hak mengembalikan mabii’ hilang sepenuhnya[34].

 

Catatan :

  1. Bila ‘aib qadiim baru diketahui setelah mabii’ di-ghashab maka hukumnya sama dengan kasus mabii’ yang tidak lagi dimiliki musytari, yaitu musytari tidak berhak arsy akan tetapi bisa mengembalikan mabii’ setelah kembali pada musytari dari ghaashib. Begitupun dalam kasus mabii’-nya ibaaq (kabur/ jawa: minggat), diaqadi kitaabah yang shahiihah, atau di-ijaarah-kan/ disewakan (hal ini bila penjual tidak ridla dengan pengembalian mabii’ dalam keadaan masih disewakan).
  2. Bila musytari berhak mengembalikan mabii’ dan mabii’ dia kembalikan dan ternyata tsaman telah halaak/ dimerdekakan/ terikat gadai maka musytari berhak mengambil badal berupa mitsl-nya bila tsaman merupakan mitsliyyaat atau qiimah-nya bila tsaman mutaqawwim (qiimah terendah mulai penjualan hingga tsaman di qabdl).

 

  1. Teledor setelah mengetahui adanya aib

Perlu digaris bawahi bahwa hak mengembalikan mabii’ ini bersifat fauriy, sehingga bila musytari mengetahui adanya ‘aib qadiim pada mabii’, maka hak khiyaar akan gugur kecuali musytari segera melakukan salah satu dari dua perkara, yaitu :

Catatan :

  1. Bila musytari tidak mewakilkan akan tetapi berangkat sendiri untuk mengembalikan mabii’ atau lapor pada hakim, maka bila diperjalanan dia menemukan orang yang adil musytari juga wajib mempersaksikan faskh[35].
  2. Bila dalam pengembaliannya pembeli mewakilkan maka saat mewakilkan dia harus mempersaksikan faskh pada orang yang ‘adil (satu atau dua). Bila tidak menemukan orang yang adil, maka musytari tidak wajib mengucapkan shighat faskh .
  3. Bila musytari dikenai ‘udzur dari mengembalikan mabii’, mewakilkannya atau lapor pada hakim karena dia sakit atau diluar daerah, atau ada khauf (masalah keamanan) maka musytari juga wajib mempersaksikan faskh. Bila tidak menemukan orang yang adil maka musytari tidak wajib mengucapkan shighat faskh.
  4. Setelah mustariy mengetahui adanya ‘aib qadiim pada mabii’ maka dia tidak boleh memanfaatkannya, karena dengan tetap memanfaatkannya menunjukkan dia ridla dengan adanya aib pada mabii’. Bila mabii’ berupa pakaian dan ‘aib qadiim diketahui saat dipakai musytari, maka harus segera dilepas kecuali pelepasan baju mendatangkan dlarar (kebahayaan) atau musytari masih ditengah jalan besar (syaari’)[36] dan melepas baju bisa menjatuhkan reputasinya. Bila mabii’ semisal kuda dan untuk mengembalikan pada penjual sangat sulit untuk dituntun atau digiring maka boleh dinaiki.
  5. Yang dimaksud faur disini tidaklah harus tergesa-gesa sekali dalam mengembalikan mabii’ akan tetapi faur disini sesuai adat sehingga bila ‘aib qadiim diketahui saat waktu shalat atau waktu makan datang maka musytari boleh mengundurkan pengembalian mabii’ untuk menjalankan shalat atau makan tersebut, dan dalam perjalanan menemui penjual pun tidak harus berlari-lari atau ngebut. Untuk semisal mabii’ berupa budak yang diketahui menyandang cacat dalam keadaan dia kabur maka pengembalian setelah dia kembali ditemukan seperti keterangan diatas.
  6. Bila musytari mengakhirkan pengembalian mabii’ karena ketidak tahuan hukum faur ini, maka dimaafkan bila sejak lahir dia jauh dari ‘ulama’, atau baru masuk Islam.

 

Munculnya ‘aib baru

Bila ‘aib qadiim diketahui setelah munculnya catat yang baru pada mabii’ maka gugurlah hak qahriy untuk mengembalikan mabii’, artinya bila penjual ridla terhadap aib yang muncul setelah qabdl (‘aib haadits) , pembeli boleh mengekang (tidak mengembalikan mabii’) tanpa minta arsy[37] (untuk ‘aib qadiim) dan juga boleh mengembalikan mabii’ tanpa memberikan arsy[38] (untuk ‘aib haadits/ aib yang muncul setelah qabdl). Bila penjual ridla terhadap aib hadits, maka tafshiil:

Catatan :

 

[1] Dalam ta’liiqaat kitab al yaaquut al nafiis halaman 77 diterangkan: aqad yang jaaiz dari dua sisi ada 12, jaaiz dari satu sisi ada 8, laazim dari dua sisi ada 15.

[2] Menurut sebagian ulama’(diantaranya Imam Qaffal) khiyar majlis secara pasti ada pada ijarah dzimmah.

[3] qaid ini mengeluarkan hibah tanpa konpensasi (tsawaab), ibraa’, dan shulh al hathiithah, karena shulh al hathiithah dalam dain (piutang) merupakan bentuk ibraa’, dan shulh al hathiithah dalam áin merupakan bentuk hibah.

[4] qaid ini mengeluarkan nikah dan khulu’.

[5] qaid ini mengeluarkan syirkah, qiraadl, rahn, kitaabah.

[6] atau berupa manfaah tapi diselamakan (di-takbiid) dan diaqadi dengan lafadl bai’, sehingga qaid ini mengeluarkan ijarah.

[7] qaid ini mengeluarkan syufáh.

[8] qaid ini mengeluarkan hawalah, penjualan sahaya pada dirinya sendiri, dan bai’ dlimniy. Ini sesuai keterangan dalam tuhfat al habiib, dalam tuhfat al muhtaah Ibn Hajar berkata:

ولا يرد بيع القن من نفسه فإنه لا خيار فيه للقن وكذا لسيده على الأوجه لتصريحهم بأن هذا عقد عتاقة لا بيع ومثله البيع الضمني وكقسمة الرد بخلاف غيرها ولو بالتراضي لأن الممتنع منه يجبر عليه

[9] قال في اسنى المطالب واحتمل تبعيض الخيار لوقوعه دواما والفسخ مقدم على الإجازة فلو فسخ أحدهما وأجاز الآخر قدم الفسخ وإن تأخر عن الإجازة اهـ أسنى المطالب

[10] Baik dengan kesengajaan, karena lupa atau ketidak tahuan.

[11] Bila salah satu dari ‘aqidain mem-faskh maka aqad akan infisakh dari pihak lawan sehingga tidak ada lagi hak khiyar pada pihak lawan.

[12] Fathul jawad juz 1 hal 401.

[13] Ini sesuai pendapat yang divonis sebagai pendapat yang dhahir dalam kitab al syarh al kabiir.

[14] Al syarh al kabiir.

[15] Fathul jawaad.

[16] Karena mungkin ajnabi tersebut lebih berpengalaman.

[17] الرابعة المبيع و نحوه من المعاوضات يملك بتمام العقد فلو كان خيار مجلس أو شرط فهل الملك في زمن الخيار للبائع استصحابا لما كان أو المشترى لتمام البيع بالإيجاب و القبول أو موقوف إن تم البيع بان أنه للمشتري من حين العقد و إلا فللبائع ؟ أقوال و صحح الأول فيما إذا كان الخيار للبائع وحده و الثاني : إذا كان للمشتري وحده و الثالث : إذا كان لهما و هذه المسألة من غرائب الفقه فإن لها ثلاثة أحوال و في كل حال ثلاثة أقوال و صحح في كل حال من الثلاثة اهـ الاشباه والنظائر

 

[18] semisal halalnya wathi sahaya perempuan yang dijual

[19] Bila khiyar diperuntukkan ajnabi maka kepemilikan dimiliki orang yang mensyaratkan. Bila áqidain sama-sama mensyaratkan khiyar untuk ajnabiy tersebut maka kepemilikan digantungkan, lihat fathul jawaad juz 1 hal: 403.

[20] Khiyar majlis hanya dimiliki satu ‘aqid semisal salah satunya telah memberi keputusan atas luzuumnya aqad seperti keterangan diatas.

[21] Semisal orang tua, anak atau pembelinya pernah iqraar/ bersaksi bahwa budak tersebut merdeka.

[22] ومما يثبت فيه خيار المجلس لا الشرط ما يسرع فساده والمصراة ان شرطه ثلاتا للبائع لانه يمتنع من الحلب مخافظة على ما قصده من ظهور التغرير بالتصرية وتركه مضر بالبهيمة اهـ فتح الجواد قال في فتح الوهاب واستثنى الجوري المصراة فقال لا يجوز اشتراط خيار الثلاث فيها للبائع لأنه يمنع الحلب وتركه مضر بالبهيمة حكاه عنه في المطلب اهـ

[23] Yang dimaksud disetarakan dengan fi’li semisal penjualan, karena secara haqiqi penjualan dan sesamanya adalah mengucapkan shighat ijab (qaul).

[24] Baik pembeli juga memiliki hak khiyar atau tidak

[25] Baik penjual juga memiliki hak khiyar atau tidak

[26] ووطؤه حلال إن كان الخيار له وإلا فحرام وقول الأسنوي أنه حلال إن أذن له البائع مبنى على أن مجرد الإذن في التصرف إجازة وهو بحث للنووي والمنقول خلافه ههـ فتح الوهاب

[27] والعبرة في التمر بالمتوسط من تمر البلد فإن فقد فقيمته بأقرب بلد التمر إليه وقيل بالمدينة الشريفة

[28] قوله ( بدل اللبن المحلوب ) ليس بقيد بل المدار على انفصال لبن منها ولو بنفسه أو رضعها ولدها أو رضعت هي نفسها أو نزل على الأرض شيخنا ح ل والمراد بدل اللبن الذي كان موجودا عند البيع لتعذر رده بسبب اختلاطه بما حدث بعده في ملك المشتري فلما تعذر تمييزه وجب رد بدله من التمر وذلك لأن اللبن الموجود وقت البيع جزء من المبيع فيجب رده معها ووجوب التمر المذكور تعبدي إذ القياس الضمان بمثل اللبن المحلوب اهـ حاشية البجيرمي

[29] Baik berupa tambahnya qiimah atau yang lain.

[30] Keterangan seputar ini sama dengan keterangan pada khiyar aib (khiyar yang muncul karena qadla’ ‘urfi.

[31] Sebenarnya masalah ini termasuk contoh khiyar yang disebabkan iltizam syarthi seperti yang disampaikan dalam kitab iqnaa’:

وأما الأمر الثاني وهو ما يظن حصوله بشرط فهو كما لو باع حيوانا أو غيره بشرط براءته من العيوب في المبيع فيبرأ عن عيب باطن بحيوان موجود فيه حال العقد جهله بخلاف غير العيب المذكور

[32] ( قوله وبريء من عيب باطن ) أي وهو ما يعسر الإطلاع عليه ومنه الزنا والسرقة والكفر والظاهر بخلافه ومنه نتن لحم الجلالة لأنه يسهل فيه ذلك وقيل الباطن ما يوجد في محل لا تجب رؤيته في المبيع لأجل صحة البيع والظاهر بخلافه اهـ إعانة الطالبين

[33] أما الربوي المذكور كحلي ذهب بيع بوزنه ذهبا فبان معيبا بعد تلفه فلا أرش فيه وإلا لنقص الثمن فيصير الباقي منه مقابلا بأكثر منه وذلك ربا اهـ فتح الوهاب

[34] قوله وكتمليكه رهنه نعم بحث الأذرعي أن المرهون بدين حال يقدر على أدائه كغير المرهون حتى لو أخر مع إمكان الأداء لا رد ا هـ إيعاب ا ه شوبري اهـ حاشية الجمل

[35] وبعد الفسخ لا يلزمه اتيان من ذكر على الاوجه لخروجه عن ملكه بالفسخ ومن ثم لو استخدمه حينئذ لزمه اجرته ورده باق بحاله اهـ فتح الجواد

[36] وان لم تنكشف عورته لانه يخل بهيئته ومن ثم اختص هذا بذوي الهيئات على الاوجه لان غالب المحترفة لا يخل بهيئتهم اهت فتح الجواد

[37] Arti arsy disini sama seperti arti arsy pada penjelasan sebelumnya.

[38] Arti arsy disini tidak sama seperti arti arsy pada penjelasan sebelumnya, akan tetapi arti arsy disini adalah: selisih diantara qiimah mabii’dalam keadaan menyandang aib qadiim saja dan dan qiimah mabii’dalam keadaan menyandang aib qadiim dan hadits (arsy disini tidak diambil dari prosentase tsaman).

[39] Bila busuk sepenuhnya maka jual beli tidak sah karena mabii’tidak mutamawwal.

[40] Bila ini adalah anak budak yang belum tamyiiz maka mencegah pengembalian mabii’(yaitu ibunya) karena haramnya tafriiq.

[41] Sebagian ulama’ menambahkan beberapa tambahan, bisa dirujuk dalam semisal kiab al asybaah wa al nadhaair.

[42] Menurut pendapat yang mu’tamad iqalah adalah praktek faskh bukan penjualan. Iqalah adalah menukarkan mabii’kepada penjualnya dengan tsaman awal. Dalam kitab asna al mathaalib dan al asybaah wa al nadhaair dijelaskan:

فصل الإقالة وهي ما يقتضي رفع العقد المالي بوجه مخصوص جائزة وتسن لنادم أي لأجله لخبر ابن حبان في صحيحه من أقال مسلما وفي رواية للبيهقي نادما أقال الله عثرته وهي فسخ لا بيع وإلا لصحت مع غير البائع وبغير الثمن الأول اهـ اسنى المطالب وفي الأشباه والنظائر: الأشباه والنظائر أو بمثل الثمن الأول للبائع الأول سمي إقالة

foot note & keterangan:

  1. Dalam ta’liiqaat kitab al yaaquut al nafiis halaman 77 diterangkan: aqad yang jaaiz dari dua sisi ada 12, jaaiz dari satu sisi ada 8, laazim dari dua sisi ada 15.
  2. Menurut sebagian ulama’(diantaranya Imam Qaffal) khiyar majlis secara pasti ada pada ijarah dzimmah.
  3. qaid ini mengeluarkan hibah tanpa konpensasi (tsawaab), ibraa’, dan shulh al hathiithah, karena shulh al hathiithah dalam dain (piutang) merupakan bentuk ibraa’, dan shulh al hathiithah dalam áin merupakan bentuk hibah.
  4. qaid ini mengeluarkan nikah dan khulu’.
  5. qaid ini mengeluarkan syirkah, qiraadl, rahn, kitaabah.
  6. atau berupa manfaah tapi diselamakan (di-takbiid) dan diaqadi dengan lafadl bai’, sehingga qaid ini mengeluarkan ijarah.
  7. qaid ini mengeluarkan syufáh.
  8. qaid ini mengeluarkan hawalah, penjualan sahaya pada dirinya sendiri, dan bai’ dlimniy. Ini sesuai keterangan dalam tuhfat al habiib, dalam tuhfat al muhtaah Ibn Hajar berkata:

ولا يرد بيع القن من نفسه فإنه لا خيار فيه للقن وكذا لسيده على الأوجه لتصريحهم بأن هذا عقد عتاقة لا بيع ومثله البيع الضمني وكقسمة الرد بخلاف غيرها ولو بالتراضي لأن الممتنع منه يجبر عليه

9 قال في اسنى المطالب واحتمل تبعيض الخيار لوقوعه دواما والفسخ مقدم على الإجازة فلو فسخ أحدهما وأجاز الآخر قدم الفسخ وإن تأخر عن الإجازة اهـ أسنى المطالب

  1. Baik dengan kesengajaan, karena lupa atau ketidak tahuan.
  2. Bila salah satu dari ‘aqidain mem-faskh maka aqad akan infisakh dari pihak lawan sehingga tidak ada lagi hak khiyar pada pihak lawan.
  3. Fathul jawad juz 1 hal 401.
  4. Ini sesuai pendapat yang divonis sebagai pendapat yang dhahir dalam kitab al syarh al kabiir.
  5. Al syarh al kabiir.
  6. Fathul jawaad.
  7. Karena mungkin ajnabi tersebut lebih berpengalaman.

17 الرابعة المبيع و نحوه من المعاوضات يملك بتمام العقد فلو كان خيار مجلس أو شرط فهل الملك في زمن الخيار للبائع استصحابا لما كان أو المشترى لتمام البيع بالإيجاب و القبول أو موقوف إن تم البيع بان أنه للمشتري من حين العقد و إلا فللبائع ؟ أقوال و صحح الأول فيما إذا كان الخيار للبائع وحده و الثاني : إذا كان للمشتري وحده و الثالث : إذا كان لهما و هذه المسألة من غرائب الفقه فإن لها ثلاثة أحوال و في كل حال ثلاثة أقوال و صحح في كل حال من الثلاثة اهـ الاشباه والنظائر

 

  1. semisal halalnya wathi sahaya perempuan yang dijual
  2. Bila khiyar diperuntukkan ajnabi maka kepemilikan dimiliki orang yang mensyaratkan. Bila áqidain sama-sama mensyaratkan khiyar untuk ajnabiy tersebut maka kepemilikan digantungkan, lihat fathul jawaad juz 1 hal: 403.
  3. Khiyar majlis hanya dimiliki satu ‘aqid semisal salah satunya telah memberi keputusan atas luzuumnya aqad seperti keterangan diatas.
  4. Semisal orang tua, anak atau pembelinya pernah iqraar/ bersaksi bahwa budak tersebut merdeka.

22ومما يثبت فيه خيار المجلس لا الشرط ما يسرع فساده والمصراة ان شرطه ثلاتا للبائع لانه يمتنع من الحلب مخافظة على ما قصده من ظهور التغرير بالتصرية وتركه مضر بالبهيمة اهـ فتح الجواد قال في فتح الوهاب واستثنى الجوري المصراة فقال لا يجوز اشتراط خيار الثلاث فيها للبائع لأنه يمنع الحلب وتركه مضر بالبهيمة حكاه عنه في المطلب اهـ

  1. Yang dimaksud disetarakan dengan fi’li semisal penjualan, karena secara haqiqi penjualan dan sesamanya adalah mengucapkan shighat ijab (qaul).
  2. Baik pembeli juga memiliki hak khiyar atau tidak
  3. Baik penjual juga memiliki hak khiyar atau tidak

26ووطؤه حلال إن كان الخيار له وإلا فحرام وقول الأسنوي أنه حلال إن أذن له البائع مبنى على أن مجرد الإذن في التصرف إجازة وهو بحث للنووي والمنقول خلافه ههـ فتح الوهاب

27 والعبرة في التمر بالمتوسط من تمر البلد فإن فقد فقيمته بأقرب بلد التمر إليه وقيل بالمدينة الشريفة

28 قوله ( بدل اللبن المحلوب ) ليس بقيد بل المدار على انفصال لبن منها ولو بنفسه أو رضعها ولدها أو رضعت هي نفسها أو نزل على الأرض شيخنا ح ل والمراد بدل اللبن الذي كان موجودا عند البيع لتعذر رده بسبب اختلاطه بما حدث بعده في ملك المشتري فلما تعذر تمييزه وجب رد بدله من التمر وذلك لأن اللبن الموجود وقت البيع جزء من المبيع فيجب رده معها ووجوب التمر المذكور تعبدي إذ القياس الضمان بمثل اللبن المحلوب اهـ حاشية البجيرمي

  1. Baik berupa tambahnya qiimah atau yang lain.
  2. Keterangan seputar ini sama dengan keterangan pada khiyar aib (khiyar yang muncul karena qadla’ ‘urfi.
  3. Sebenarnya masalah ini termasuk contoh khiyar yang disebabkan iltizam syarthi seperti yang disampaikan dalam kitab iqnaa’:

وأما الأمر الثاني وهو ما يظن حصوله بشرط فهو كما لو باع حيوانا أو غيره بشرط براءته من العيوب في المبيع فيبرأ عن عيب باطن بحيوان موجود فيه حال العقد جهله بخلاف غير العيب المذكور

32 ( قوله وبريء من عيب باطن ) أي وهو ما يعسر الإطلاع عليه ومنه الزنا والسرقة والكفر والظاهر بخلافه ومنه نتن لحم الجلالة لأنه يسهل فيه ذلك وقيل الباطن ما يوجد في محل لا تجب رؤيته في المبيع لأجل صحة البيع والظاهر بخلافه اهـ إعانة الطالبين

33 أما الربوي المذكور كحلي ذهب بيع بوزنه ذهبا فبان معيبا بعد تلفه فلا أرش فيه وإلا لنقص الثمن فيصير الباقي منه مقابلا بأكثر منه وذلك ربا اهـ فتح الوهاب

34 قوله وكتمليكه رهنه نعم بحث الأذرعي أن المرهون بدين حال يقدر على أدائه كغير المرهون حتى لو أخر مع إمكان الأداء لا رد ا هـ إيعاب ا ه شوبري اهـ حاشية الجمل

35 وبعد الفسخ لا يلزمه اتيان من ذكر على الاوجه لخروجه عن ملكه بالفسخ ومن ثم لو استخدمه حينئذ لزمه اجرته ورده باق بحاله اهـ فتح الجواد

36 وان لم تنكشف عورته لانه يخل بهيئته ومن ثم اختص هذا بذوي الهيئات على الاوجه لان غالب المحترفة لا يخل بهيئتهم اهت فتح الجواد

  1. Arti arsy disini sama seperti arti arsy pada penjelasan sebelumnya.
  2. Arti arsy disini tidak sama seperti arti arsy pada penjelasan sebelumnya, akan tetapi arti arsy disini adalah: selisih diantara qiimah mabii’dalam keadaan menyandang aib qadiim saja dan dan qiimah mabii’dalam keadaan menyandang aib qadiim dan hadits (arsy disini tidak diambil dari prosentase tsaman).
  3. Bila busuk sepenuhnya maka jual beli tidak sah karena mabii’tidak mutamawwal.
  4. Bila ini adalah anak budak yang belum tamyiiz maka mencegah pengembalian mabii’(yaitu ibunya) karena haramnya tafriiq.
  5. Sebagian ulama’ menambahkan beberapa tambahan, bisa dirujuk dalam semisal kiab al asybaah wa al nadhaair.
  6. Menurut pendapat yang mu’tamad iqalah adalah praktek faskh bukan penjualan. Iqalah adalah menukarkan mabii’kepada penjualnya dengan tsaman awal. Dalam kitab asna al mathaalib dan al asybaah wa al nadhaair dijelaskan:

فصل الإقالة وهي ما يقتضي رفع العقد المالي بوجه مخصوص جائزة وتسن لنادم أي لأجله لخبر ابن حبان في صحيحه من أقال مسلما وفي رواية للبيهقي نادما أقال الله عثرته وهي فسخ لا بيع وإلا لصحت مع غير البائع وبغير الثمن الأول اهـ اسنى المطالب وفي الأشباه والنظائر: الأشباه والنظائر أو بمثل الثمن الأول للبائع الأول سمي إقالة