KWAGEAN

Habib Thariq Ghannam Al–Hasani: Allah Tidak Seperti Dalam Benak

kaligrafi-islami-allah-islamicMeski Dengan logat arab yang masih kental ternyata beliau syaikh Thariq membuat kami terkaget – kaget dengan penuh semangat beliau mengatakan : satu kali lagi Saya ingin anda semua mengucapkanya dengan kompak dan suara yang lantang “Allah ada tanpa tempat, ALLOHU MAUJUDUN BILA MAKAN” yang disambut dengan suara para hadirin dengan penuh semangat. Begitulah kira – kira cuplikan dari hasil dauroh yang kami ikuti dengan nara sumber : Asy – Syaikh Al – Habib Thariq Ghannam Al – Hasani dari lebanon di pondok pesantren Baitul ‘Abidin asuhan KH. Najmudin Jamha Badas – pare – Kediri.

Sore itu Kami dari tim KAJIAN BAHSUL MASAIL DAN ASWAJA PP. FATHUL ULUM KWAGEAN merasa terhormat dan sangat gembira saat pengurus pondok memberitahukan prihal adanya undangan halaqoh kajian aswaja dan mengutus kami untuk turut hadir dalam halaqoh yang bertema “memahami Konsep Bid’ah Ala Aswaja dan menangkal Tuduhan Bid’ah Dholalah Wahabiyyah” dari ASWAJA NU CENTER kab Kediri.

Saat hari – H tiba kami langsung meluncur kelokasi tiba dilokasi ternyata kami bertemu beberapa peserta halaqoh lain dari pelbagai pengurus MWC NU yang ada di lingkup kab kediri juga kami bertemu beberapa santri dan asatidz pondok – pondok se – pare, ternyata terik siang kala itu tidak bisa menyurutkan antusiasme kami dalam mengarungi samudra ilmu dari beliau Asy – Syaikh Al – Habib Thariq Ghannam Al – Hasani dari lebanon.

Banyak ilmu yang kami peroleh dari halaqoh ini, termasuk diantaranya bagaimana dengan gamblang Habib Thoriq menjelaskan tentang konsep tanzih (Allah disucikan dari sifat menyerupai makhluq) beliau menjelaskan bahwa sangat mustahil Allah itu berada dan duduk di arsy sebagaimana manusia duduk di kursi seperti yang sangat populer diungkapkan oleh mereka para orang – orang wahaby dalam memahami ayat الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى, sebab kata beliau arsy adalah sebuah tempat yang diciptakan Allah (makhluq) sedang kenyataanya Allah itu sudah ada sebelum makhluq itu ada, jadi sangat mustahil Allah terikat atau butuh pada ciptaanya sendiri, maka kata beliau kita harus tanamkan pemahan akidah yang kuat bahwa “ALLOHU MAUJUDUN BILA MAKAN, Allah ada tanpa tempat” jadi Allah itu bukan di langit atau bersemayam di arsy sebagaimana yang dipahami orang – orang wahaby. Maka ketika ditanya kenapa mengangkat kedua tangan ke langit dalam berdo’a? kita jawab langit adalah qiblat dalam berdo’a sebagaimana ka’bah adalah qiblat dalam sholat.
Jadi kesimpulanya apa yang kamu sekalian bayangkan tentang Allah maka itu adalah bukanlah Allah tapi makhluq sebab angan – angan kita itu bersumber dari otak dimana otak sendiri adalah ciptaan Allah.
Maka Al Imam Ahmad ibn Hanbal (w. 241 H) dan al Imam Dzu an-Nun al Mishri (w. 245 H) salah seorang murid terkemuka al Imam Malik menuturkan kaidah yang sangat bermanfaat dalam ilmu Tauhid:
مَهْمَا تَصَوَّرْتَ بِبَالِكَ فَاللهُ بِخِلاَفِ ذَلِكَ
“Apapun yang terlintas dalam benak kamu (tentang Allah), maka Allah tidak seperti itu”.

Sesuai dengan tema siang itu Menurut Habib Thoriq Mengenai pemahaman bid’ah sendiri sebenarnya ada dua macam bid’ah yang dipahami dan yaqini ulama’ aswaja seluruh dunia dari dulu sampai sekarang.
Beliau membagi ada bid’ah dhollah ada bid’ah hasanah, adapun cara kita mengetahui mana bid’ah hasanah dan dholalah adalah dengan cara kita menimbang dengan timbangan syariat jadi apa yang sesuai dengan syariat itu hasanah dan yang tidak sesuai itu dholalah.
Jadi ringkasnya setiap sesuatu yang ada setelah zaman nabi itu adalah bid’ah tinggal kita cari tahu saja, kita timbang bid’ah ini sesuai apa tidak dengan syari’at kalo tidak sesuai disebut dhollah kalau sesuai dalam arti tidak bertentangan dengan syariat berarti disebut hasanah.
Habib thoriq mencontohkan bahwa adanya penulisan titik dalam mushaf itu juga termasuk bid’ah sebab di zaman nabi mushaf itu tidak bertitik, ada lagi dua adzan jum’at di zaman syayidina usman sebab pada masa nabi azan jum’at hanya satu kali.

Sebelum akhir acara juga dilakukan sesi tanya jawab banyak dari para yai dan astidz yang antusias bertanya diantaranya ada seorang asatidz yang menanyakan apakah akidah yai Hasyim ‘asy’ari itu sama dengan akidah wahaby? Habib Thoriq manjawab tidak, akidah Syaikh Hasyim itu tidak sama dengan akidah wahaby, bahkan beliau menyatakan apakah kamu tahu mengapa mbah Hasyim mendirikan NU? Mbah Hasyim itu mendirikan NU dengan tujuan menghalau berkembangnya Faham wahaby di Indonesia, sebab itulah dinamakan Nahdlotul Ulama’ ( kebangkitan para Ulama’) kamu tahu kenapa para ulama’ pada waktu itu harus Nahdloh (bangkit)? Tanya habib Thoriq, ulama’ pada waktu itu harus bangkit sebab faham wahaby telah merajalela dan harus di halau atau ditumpas.

Diakhir acara sebelum do’a beliau Asy – Syaikh Al – Habib Thariq Ghannam Al – Hasani dari Lebanon berpesan kepada kita semua untuk terus berpegang teguh kepada ajaran para kyai – kyai kita seperti kyai Hasyim ‘asy’ari dll dan kita harus berpegang pada kitab sulam taufiq untuk bisa menghalau faham – faham yang tidak sesuai dengan akidah ASWAJA yang sekarang semakin berkembang di Indonesia.